Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Nasional

PSPK Menyambut Baik Penyempurnaan PPDB, Konsistensi Pelaksanaan Sangat Diperlukan

Avatar photo
4918
×

PSPK Menyambut Baik Penyempurnaan PPDB, Konsistensi Pelaksanaan Sangat Diperlukan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

PSPK Menyambut Baik Penyempurnaan PPDB, Konsistensi Pelaksanaan Sangat Diperlukan

 

Example 300x600

Jakarta, Galaxypost.id

 

Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) mengapresiasi rencana pemerintah untuk menyempurnakan kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB), atau yang sekarang disebut Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB).

PSPK khususnya mengapresiasi rencana pemerintah untuk mempertahankan adanya beragam kriteria dalam penerimaan murid baru yaitu prestasi, wilayah tempat tinggal, afirmasi status sosial ekonomi dan disabilitas, serta perpindahan orang tua.

Adanya empat jalur dengan kriteria berbeda ini penting untuk dipertahankan karena mencerminkan upaya pemerintah untuk memberikan akses pendidikan yang adil, dengan melihat hak pendidikan untuk semua warga negara secara utuh. Sistem tersebut memberi penghargaan pada murid yang berprestasi, sekaligus menjamin dan meningkatkan akses pendidikan yang lebih inklusif untuk murid dari keluarga miskin dan anak disabilitas.

Selain itu, kriteria yang digunakan ini juga turut berperan dalam memperkecil kesenjangan capaian antara anak berdasarkan status sosial ekonomi keluarga.

Kebijakan PPDB/SPMB empat jalur ini, sebagaimana yang disampaikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti (26/1), didesain berlandaskan filosofi pendidikan yaitu pendidikan bermutu untuk semua, inklusi sosial di mana sekolah sebagai ruang belajar bersama kelompok sosial-ekonomi-budaya (beliau menyebutnya sebagai meeting pot sekaligus melting pot), dan pendidikan sebagai upaya membangun integrasi sosial.

Menurut PSPK, prinsip-prinsip tersebut penting untuk terus dikuatkan dalam implementasi kebijakan ini di tingkat daerah.

Selain itu, PSPK juga memberi apresiasi pada rencana pemerintah untuk menguatkan pelibatan sekolah swasta dalam SPMB, dengan, meminta Pemda mendukung pembiayaannya.

Fakta menunjukkan bahwa di banyak daerah, daya tampung SMP dan terutama SMA negeri masih belum memadai. Jika mengandalkan sekolah negeri saja, akan terdapat 241 Kabupaten/kota yang mengalami kekurangan daya tampung jenjang SMP/MTs/Sederajat, dan terdapat 345 Kabupaten/Kota dengan isu yang sama untuk jenjang SMA/MA/Sederajat.

Apresiasi juga diberikan kepada Pemerintah karena telah mempertimbangkan berbagai temuan serta kompleksitas pengembangan dan implementasi kebijakan ini di tingkat daerah dalam upaya penyempurnaan kebijakan.

Dalam pengembangan kebijakan, sekaligus dengan harapan agar implementasinya dapat berjalan dengan sebaik mungkin, PSPK memberikan catatan, agar pemerintah mempertimbangkan beberapa hal berikut.

Pertama, persoalan mendasar dalam SPMB adalah kurangnya daya tampung sekolah negeri di sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia seperti disebutkan sebelumnya. Pelibatan sekolah swasta memang dapat menjadi bagian dari solusi untuk sebagian daerah. Namun di samping itu, pemerintah pusat bersama pemerintah daerah perlu merancang solusi jangka panjang untuk menyediakan daya tampung yang merata dan adil. Untuk sebagian daerah, terutama di jenjang SMA/sederajat, solusi jangka panjang tersebut sangat mungkin melibatkan pembangunan kelas dan unit sekolah negeri baru.

Harapannya, tidak ada lagi anak Indonesia yang terpaksa menempuh jarak yang jauh bahkan harus menyebrang pulau untuk dapat bersekolah di SMA Negeri. Terlebih lagi Pemerintah berencana untuk memperluas Wajib Belajar menjadi 13 tahun termasuk jenjang SMA. Maka komitmen wajib belajar ini perlu diawali dengan penyediaan layanan SMA yang dibiayai penuh oleh Pemerintah secara adil dan merata.

Kedua, masuk berkaitan dengan perluasan daya tampung, perlu ada kejelasan tentang kriteria sekolah swasta yang boleh terlibat dalam SPMB. Selain soal standar biaya yang harus dipastikan bisa ditanggung oleh Pemda (khususnya bagi murid yang mendaftar di jalur afirmasi), pemerintah juga perlu menetapkan kriteria terkait mutu. PSPK merekomendasikan kriteria akreditasi, kualitas pembelajaran literasi-numerasi, lingkungan belajar, sarana prasarana, kualitas guru, serta indikator pendukung perkembangan karakter murid menjadi pertimbangan. Tujuannya, agar murid yang kemudian ditampung ke sekolah swasta juga mendapat lingkungan belajar yang aman, inklusif, menyenangkan, dan menantang bagi pertumbuhan secara utuh.

Ketiga, untuk jalur zonasi atau domisili, karena permasalahan mendasar daya tampung sekolah negeri yang tidak mencukupi sebagaimana sebelumnya, maka kriteria dan pembuktian yang digunakan untuk merangking calon murid yang tinggal di wilayah yang sama akan selalu menjadi penting. PSPK berharap, kriteria jarak dari tempat tinggal ke sekolah (berdasarkan data Kartu Keluarga ataupun data kependudukan lainnya) tetap menjadi kriteria yang dipilih pemerintah. Kriteria ini tidak secara sistematis menguntungkan atau merugikan kelompok mana pun. Jika akan ada kriteria baru untuk jalur zonasi/domisili, perlu dicermati apakah kriteria baru tersebut memberi kesempatan yang adil bagi semua kelompok di sebuah wilayah untuk mengakses pendidikan di sekolah negeri.

Selain itu, cara pembuktian kriteria tersebut juga perlu meminimalkan risiko kecurangan seperti sempat terjadi dalam beberapa kasus sebelumnya.

Keempat, masih mengenai jalur zonasi atau domisili, perlu antisipasi terhadap dampak dari wacana perubahan kuota jalur zonasi/domisili di tingkat SMP. Kuota yang relatif besar saat ini (minimal 50% utk SMP) secara empiris telah memberi ruang yang lebih luas bagi masyarakat kurang mampu untuk dapat mengakses layanan pendidikan sekolah negeri.

Sebagai ilustrasi, pada kasus Provinsi DKI Jakarta, persentase anak miskin yang masuk ke sekolah negeri meningkat signifikan sejak 2020, dan pada tahun 2022 mencapai 30%, mengurangi kesenjangan antar sekolah, serta secara umum menurunkan biaya transportasi.

Secara nasional, jalur zonasi juga berkontribusi menurunkan kesenjangan hasil belajar antar sekolah. Sebelum PPDB 2017, kesenjangan hasil belajar numerasi jenjang SMP berdasarkan performa sekolah setara dengan 21 bulan pembelajaran dan turun menjadi 6 bulan pembelajaran setelah diberlakukannya kebijakan PPDB 2017.

Hal ini membuktikan bahwa kuota zonasi sebelumnya berkontribusi pada cita-cita “pendidikan bermutu untuk semua”. Pengurangan minimal kuota zonasi sangat mungkin mengurangi dampak positif dari jalur Zonasi yang dihasilkan sebelumnya.

Kelima, untuk jalur prestasi, PSPK berharap definisi prestasi akan terus memberi penghargaan kepada keragaman bakat dan minat murid, dengan mendefinisikan prestasi secara luas. Kriteria yang mendefinisikan prestasi secara sempit pada ranah akademik, misalnya nilai rapor atau tes mata pelajaran, kurang memberi penghargaan pada murid yang berbakat dan berprestasi di bidang olahraga, seni, bahasa, agama dan keorganisasian atau kemasyarakatan. Saat ini kriteria prestasi akademik dan nonakademik telah diterapkan dengan cukup baik di beberapa kabupaten/kota, seperti Kota Bandar Lampung, Kota Kupang, Kabupaten Berau, dan Kota Pontianak, dan telah memotivasi murid untuk mengembangkan kompetensi dan minat bakat mereka secara lebih menyeluruh.

Kami berharap praktik-praktik baik seperti ini dapat terus diperbaiki dan diterapkan secara lebih luas.

Sebagai penutup, PPDB atau SPMB merupakan kebijakan yang sangat sentral dalam upaya untuk mewujudkan visi Kemendikdasmen yaitu pendidikan bermutu untuk semua. PSPK mendorong pemerintah untuk merancang kebijakan PPDB/SPMB yang memastikan murid dari kelompok rentan mendapat akses pendidikan yang layak. PSPK juga berharap revisi kebijakan PPDB/SPMB tetap berfokus pada esensi kebijakan untuk menghasilkan sekolah negeri dengan komposisi murid yang beragam dari sisi tingkat prestasi, jenis bakat dan minat, status disabilitas, status sosial ekonomi, dan latar belakang agama serta budaya.

Jakarta, 27 Januari 2025

Nisa Felicia, Ph.D.

(Direktur eksekutif PSPK)

***

Tentang PSPK:

Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) merupakan yayasan non-profit independen yang berfokus pada penguatan kebijakan pembelajaran yang berpihak pada anak. PSPK berpijak pada data ilmiah, serta menyebarkan praktik baik di lapangan dalam ekosistem pendidikan Indonesia. PSPK berkomitmen untuk mendorong perubahan positif dalam sistem pendidikan Indonesia melalui riset berbasis bukti dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat.
Sebagai lembaga yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, PSPK berperan dalam merancang dan mengadvokasi kebijakan yang memastikan akses pendidikan yang setara dan berkualitas bagi semua anak.

Selain itu, PSPK juga aktif dalam mendukung transformasi digital pendidikan melalui penelitian dan pelatihan untuk pemangku kebijakan, guru, serta pihak lain yang terlibat dalam ekosistem pendidikan.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi situs resmi PSPK di https://pspk.id/ .

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *