Archives Oktober 2025

Presiden Partai Buruh dan KSPI, Said Iqbal Sampaikan Konsep Keren tentang RUU Ketenagakerjaan.

Presiden Partai Buruh dan KSPI, Said Iqbal Sampaikan Konsep Keren tentang RUU Ketenagakerjaan.

 

Jakarta, Galaxypost.com

 

Koalisi Serikat Pekerja (KSP) dan Partai Buruh termasuk Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar konferensi pers pada Hari/Tanggal, Senin, 13 Oktober 2025, di Hotel Mega Proklamasi.

Dalam Konferensi Pers ini, Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal  menyampaikan isu-isu

1. Launching konsep Koalisi Serikat Pekerja dan Partai Buruh tentang RUU Ketenagakerjaan.

2. Penjelasan kenaikan upah minimum 2026 sebesar 8,5 sampai 10,5

3. Penjelasan aksi buruh serempak di berbagai daerah secara bergelombang

Dalam konferensi pers ini, Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal, menuntut Presiden Prabowo menaikkan upah minimum 2026 sebesar 8,5 sampai 10,5.

 

 

 

Kapolda Kalbar Irjen Pol Dr. Pipit Rismanto Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum dengan Predikat Cumlaude

Jakarta – Kapolda Kalimantan Barat, Irjen Pol Dr. Pipit Rismanto, SIK, MH, berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dengan predikat Cumlaude pada Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti. Pengukuhan gelar doktor ini dilakukan di Kampus Universitas Trisakti, Jakarta, Sabtu (11/10/2025), melalui ujian promosi dengan judul disertasi “Pengembangan Model Restorative Justice Dalam Konteks Penegakan Hukum Kebakaran Hutan dan Lahan di Wilayah Kalimantan Barat”.

Ujian promosi doktor yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA, Rektor Universitas Trisakti, berlangsung dengan kehadiran para anggota majelis penguji yang terdiri dari para ahli hukum ternama, antara lain Prof. Dr. Aloysius Uwiyono, SH, MH (Promotor), Prof. Dr. Dra. Siti Nurbaiti, SH, MHum (Co-Promotor), serta para penguji internal dan eksternal seperti Prof. Dr. Eriyantouw Wahid SH, MH, Dr. Endang Pandamdari, SH, CN, MH, Dr. Simona Bustani, SH, MH, dan Prof. Dr. Garuda Wiko, SH, MSi (Rektor Universitas Tanjungpura).

Acara ujian berlangsung khidmat dihadiri oleh sekitar 125 tamu undangan yang terdiri dari tokoh penting dan keluarga, di antaranya Dede Indra Permana Soediro, SH, MH, anggota Komisi III DPR RI, Brigjen Pol. Roma Hutajulu, SIK, MSi, Wakapolda Kalimantan Barat, keluarga besar Kapolda Kalbar, serta keluarga besar Polda Kalimantan Barat dan rekan-rekan mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti.

Keberhasilan Kapolda Kalbar ini menjadi tonggak penting dalam pengembangan penegakan hukum, khususnya terkait penanganan kasus kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan Barat dengan pendekatan restorative justice. Model yang diusulkan diharapkan dapat menjadi solusi efektif dalam penyelesaian kasus hukum yang berorientasi pada pemulihan dan keadilan bagi semua pihak.

 

(ard)

Peringati Milad ke-80 Tahun, Gerakan Pemuda Islam Gelar Sosialisasi 4 Pilar MPR RI dan Jihad Melawan Narkoba

Peringati Milad ke-80 Tahun, Gerakan Pemuda Islam Gelar Sosialisasi 4 Pilar MPR RI dan Jihad Melawan Narkoba

 

Jakarta, Galaxypost.id

 

Peringatan Milad ke-80 Gerakan Pemuda Islam (GPI) menjadi momen penting untuk merefleksikan peran dan kontribusinya sebagai salah satu perkumpulan para aktivis mahasiswa dan pergerakan pemuda Islam terkemuka di Tanah Air. Acara ini diselenggarakan pada Sabtu, 11 Oktober 2025, di Gedung Juang 45, Menteng, Jakarta.

Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai tokoh nasional dan kader muda GPI dari seluruh Indonesia. Turut hadir Ketua Umum GPI Chairul Amin, SH, MH, Bendahara Umum David Hamka, serta Wakil Ketua MPR RI Dr. (HC) KH. Hidayat Nur Wahid, MA, yang hadir sebagai narasumber utama dalam sesi sosialisasi empat pilar kebangsaan tersebut.

Ketua Dewan Syuro Gerakan Pemuda Islam, Mohammad Yamin, dalam sambutannya menegaskan pentingnya peran GPI dalam menjaga, menghidupkan, dan menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia menilai bahwa sepanjang perjalanan sejarah, GPI telah menjadi bagian integral dalam pembentukan karakter bangsa.

“Dalam sosialisasi ini, kami ingin menegaskan bahwa GPI telah mengalami pasang surut dalam perjalanan bangsa, namun semangat untuk melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila tetap menjadi urat nadi perjuangan kami. Kader-kader GPI wajib memahami, mencetak, serta membela Pancasila dan empat pilar kebangsaan sebagai kontribusi positif bagi bangsa dan masyarakat Indonesia,” ujar Mohammad Yamin.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa keseimbangan antara semangat keislaman dan kebangsaan adalah jati diri GPI yang terus dijaga sejak awal berdirinya organisasi ini. “Gerakan Pemuda Islam harus mampu menafsirkan kembali empat pilar kebangsaan dalam konteks kekinian, sehingga tetap relevan dalam menghadapi tantangan global, arus informasi, dan ancaman radikalisme yang semakin kompleks,” tambahnya.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Dr. KH. Hidayat Nur Wahid dalam arahannya menyampaikan apresiasi dan rasa bangga atas kiprah panjang GPI yang genap berusia delapan dekade. Ia menekankan pentingnya semangat pemuda Islam dalam menjaga keutuhan bangsa melalui pemahaman mendalam terhadap nilai-nilai empat pilar kebangsaan.

“Pemuda Islam harus terus bersemangat. Selamat atas Milad ke-80 Gerakan Pemuda Islam. Alhamdulillah, sosialisasi empat pilar MPR RI terus berjalan dengan baik. Jas merah—jangan sekali-kali melupakan sejarah. Dan juga jas hijau—jangan sekali-kali melupakan jasa para ulama dari ormas-ormas Islam dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menjaga keutuhan bangsa ini,” ujar Hidayat Nur Wahid dalam pidatonya.

Ia juga mengingatkan pentingnya mengawal semangat proklamasi dan memahami nilai-nilai konstitusi yang telah diamandemen agar tetap berpihak pada rakyat. “Pemuda harus menjadi garda depan dalam mengawal pelaksanaan konstitusi, termasuk memahami ruh dari amandemen UUD 1945 agar tidak menyimpang dari cita-cita proklamasi,” tegasnya.

Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi GPI untuk kembali meneguhkan komitmen kebangsaan di tengah tantangan polarisasi sosial, radikalisme, dan politik identitas yang kian menguat di ruang publik. Melalui sosialisasi empat pilar MPR RI, GPI menegaskan peran strategisnya sebagai wadah kaderisasi pemuda Islam yang berjiwa nasionalis, moderat, dan berkomitmen pada persatuan bangsa.

Perayaan Milad ke-80 GPI ini tidak hanya menjadi ajang refleksi sejarah panjang organisasi, tetapi juga menjadi panggilan moral bagi generasi muda untuk terus berkontribusi menjaga keutuhan NKRI dengan menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup, UUD 1945 sebagai dasar hukum tertinggi, NKRI sebagai rumah bersama, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat kebersamaan dalam keberagaman.

Dengan semangat “Empat Pilar di Tengah Polarisasi”, GPI bertekad untuk terus menjadi garda terdepan dalam membangun harmoni sosial dan memperkuat jati diri kebangsaan di tengah dinamika zaman yang terus berubah.(Red)

Forum Komunikasi DPD dan DPA IKAL Lemhannas Desak Agum Gumelar Segera Lanjutkan Munas V

Forum Komunikasi DPD dan DPA IKAL Lemhannas Desak Agum Gumelar Segera Lanjutkan Munas V

 

Jakarta, Galaxypost.id

 

 

 

Forum Komunikasi Perwakilan DPD-DPD dan DPA-DPA IKAL Lemhannas mendesak Ketua Umum DPP IKAL Lemhannas RI, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, untuk segera melanjutkan pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) V IKAL Lemhannas yang sempat tertunda. Desakan ini disampaikan melalui dua surat resmi tertanggal 27 Agustus dan 26 September 2025, namun hingga kini belum mendapat tanggapan dari pimpinan pusat.

 

Dalam rilis resminya, Forum Komunikasi menjelaskan bahwa keputusan penundaan Munas V yang diambil oleh pimpinan sidang sementara pada Paripurna I tanggal 23 Agustus 2025 dianggap sah dan diterima seluruh peserta. Penundaan itu terjadi karena situasi sidang dinilai tidak kondusif akibat adanya pihak-pihak yang memaksakan kehendak bertentangan dengan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) IKAL Lemhannas.

“Posisi Ketua Umum DPP IKAL Lemhannas RI saat ini masih dijabat oleh Bapak Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar karena belum demisioner, dan laporan pertanggungjawaban beliau juga belum dilaksanakan dalam Munas tersebut,” tulis Forum Komunikasi dalam keterangannya, Sabtu (11/10).

Forum ini menegaskan bahwa masa bakti kepengurusan DPP IKAL Lemhannas periode 2020-2025 telah berakhir pada 5 Oktober 2025. Karena itu, pihaknya meminta agar Munas V segera dijadwalkan kembali pada Oktober ini sesuai ketentuan AD/ART organisasi.

“Kami berharap Bapak Agum Gumelar dapat dengan bijaksana menyikapi hal ini dan segera menetapkan jadwal lanjutan Munas V IKAL Lemhannas RI 2025 untuk menjaga marwah organisasi tetap baik,” lanjut pernyataan itu.

Forum Komunikasi Perwakilan DPD-DPD dan DPA-DPA IKAL Lemhannas juga menegaskan bahwa pelaksanaan Munas lanjutan penting dilakukan demi kesinambungan kepemimpinan serta tertib organisasi. Mereka menyatakan tetap berkomitmen menjaga soliditas dan integritas lembaga alumni Lemhannas sebagai wadah strategis dalam penguatan nilai-nilai kebangsaan.

MENILIK RAPERDA KAWASAN TANPA ROKOK MELARANG ASAP ROKOK TANPA ARAH, MEMATIKAN API EKONOMI RAKYAT KECIL

MENILIK RAPERDA KAWASAN TANPA ROKOK
MELARANG ASAP ROKOK TANPA ARAH, MEMATIKAN API EKONOMI RAKYAT KECIL

 

Oleh: Hotman Auditua S,S.E.,M.E.,BKP
(Ketua DPP Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia Perjuangan (APKLI-P)

 

TAK KENAL, MAKA TAK SAYANG

Sebelum kita ulas tentang RAPERDA Kawasan Tanpa Rokok yang sedang berlangsung prosesnya, kita kenali dulu apa itu Kawasan Tanpa Rokok.

(KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan produk tembakau.

Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Indonesia bertujuan melindungi masyarakat, terutama perokok pasif, dari bahaya asap rokok dan menciptakan lingkungan sehat, mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok melalui larangan merokok di fasilitas kesehatan, tempat belajar, tempat ibadah, tempat kerja, tempat umum, dan area lainnya yang ditetapkan.

Kebijakan ini diatur dalam undang-undang dan peraturan daerah, serta didukung dengan penegakan aturan dan penyediaan area khusus merokok (smoking area) di tempat-tempat tertentu.

Kondisi Pro dan kontra atas Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) DKI Jakarta saat ini sedang memanas dikalangan para pedagang warung, lapak PKL, UMKM, dan toko di pasar tradisional.

Faktanya didalam pasal yang menyatakan pelarangan penjualan produk rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, kebijakan tersebut tidak salah karena kita paham sekolah adalah tempat proses belajar mengajar, adalah sarana yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan atau pelatihan, dan tempat bermain anak adalah area baik tertutup maupun terbuka yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak.

Kebijakan Rancangan Perda KTR juga harus melihat dampaknya bagi keberlangsungan ekonomi usaha rakyat kecil seperti kios-kios atau warung didekat sekolah atau tempat bermain anak yang mana mereka sudah berjualan rokok sejak lama sebelum kebijakan tersebut keluar.
Kita paham keburukan dari asap rokok bagi kesehatan baik itu perokok pasif maupun aktif, namun apakah sesederhana itu kebijakan tersebut dibuat? Tentu tidak, karena sebuah kebijakan seharusnya tidak hanya mengacu pada satu solusi tunggal dan mengesampingkan kepentingan lainnya seperti ekonomi usaha rakyat kecil.

Rancangan tersebut mulai menuai penolakan dari sejumlah pihak seperti Asosiasi Pedagang Kaki Lima Perjuangan (APKLI-P), Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Warteg Merah Putih (Kowamart), Paguyuban Pedagang Warteg serta Kakilima Jakarta (Pandawakarta) yang telah menandatangani deklarasi bersama penolakan atas Raperda KTR di DKI Jakarta.

Bagi mereka, jika kebijakan ini disahkan, akan mematikan usaha mereka yang selama ini menghidupi keluarga mereka. Kebijakan publik memang suatu yang kompleks, namun kajian yang tepat perlu dilakukan agar mendapatkan titik tengah paling ideal atas solusi yang menguntungkan bagi kesehatan lingkungan dan kesehatan ekonomi usaha kecil.

Jadi, sebuah kebijakan publik tentunya harus terhindar dari anggapan “melarang asap tanpa arah, padam pula dapur yang bergantung padanya”

Menurut William N. Dunn (2013), kebijakan publik adalah serangkaian alternatif tindakan yang saling berkaitan dan dirumuskan oleh aktor-aktor yang memiliki kepentingan atau kewenangan dalam pemerintahan, seperti pejabat publik, lembaga negara, dan kelompok masyarakat.

Bagi Dunn (2013) kebijakan publik bukan sekadar keputusan tunggal, melainkan bagian dari sistem yang melibatkan tiga elemen utama yaitu Public Policy (Kebijakan Publik), Policy Stakeholders (Pelaku Kebijakan), dan Policy Environment (Lingkungan Kebijakan). Tiga elemen tersebut bisa menjadi kerangka dalam melihat posisi Raperda KTR DKI Jakarta untuk kepentingan seluruh kalangan masyarakat luas.

KEBIJAKAN PUBLIK YANG BAIK DATANG DARI PEMAHAMAN UTUH, BUKAN DARI SATU SISI

Kebijakan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok/KTR Bisa Jadi Sebuah Pemaksaan Kepentingan Sepihak.

Dunn (2013) menjelaskan bahwa kebijakan publik juga tidak lepas dari pertimbangan pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan. Semua stakeholders perlu menjadi fokus dari pembuat kebijakan (policy makers).

Pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan bagaimana pelaksana kebijakan (implementers) tidak bias dalam menafsirkan Perda KTR yang dibuat. Perda KTR tidak boleh bias dengan pasal yang mendetail sehingga tidak memicu resistensi dari masyarakat.

Perda KTR juga harus memudahkan pelaksana agar tidak menjalankan larangan menyeluruh di ruang publik, terutama jika tidak disertai edukasi dan ruang kompromi seperti zona merokok.

Selain itu overregulasi yang berpotensi menciptakan konflik antara aparat dan warga, serta memperbesar biaya pengawasan juga harus menjadi fokus sebelum Perda ini disahkan.
Pembuat kebijakan juga wajib mempertimbangkan kelompok sasaran (target groups) yang nantinya menjalankan dan menerima dampak dari kebijakan tersebut terutama masyarakat perokok dan pedagang kecil.

Pembuat kebijakan tidak boleh hanya berfokus pada pertimbangan dasar Raperda KTR untuk menciptakan udara bersih dan sehat di ruang publik tanpa mempertimbangkan hak-hak masyarakat lainnya khususnya para pedagang kecil yang pastinya terdampak langsung Perda yang terkesan dipaksakan.

“DI MANA BUMI DIPIJAK, DI SITU LANGIT DIJUNJUNG”

Melindungi Masyarakat Ekonomi Pedagang Kecil, Menjaga Stabilitas Ekonomi Masyarakat DKI Jakarta

Kebijakan Perda KTR yang sedang disusun perlu menjaga keseimbangan antara perlindungan kesehatan masyarakat dan keberlanjutan ekonomi lokal, khususnya bagi pelaku usaha kecil dan sektor informal.

Beberapa kebijakan RaPerda KTR yang mengganggu stabilitas ekonomi UMKM, ada beberapa point yang menuliskan :

• Larangan menjual Rokok berlaku dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan Tempat Anak Bermain.

• Larangan menjual dan membeli Rokok dikecualikan untuk Tempat Umum yang memiliki izin untuk menjual Rokok.

• Tempat umum seperti pasar modern, pasar tradisional. restoran atau rumah makan masuk sebagai Kawasan Tanpa Rokok

Faktor ekonomi tentu sangat terdampak ketika Raperda KTR ini disahkan, sekitar 1,1 juta pedagang kecil, warung kelontong, asongan, PKL, dan UMKM lainnya akan mendapat kerugian langsung dengan adanya butir pasal 17 pada Raperda KTR yang mengatur pelarangan menjual rokok. Selain itu, sektor informal seperti warung, kafe, dan tempat hiburan bisa mengalami penurunan pendapatan jika pelanggan perokok merasa tidak nyaman.

Pada konteks ini. Raperda KTR seharusnya tidak boleh mengatur pelarangan menjual rokok, melainkan harus memfokuskan pada aturan penciptaan kawasan tertentu tanpa asap rokok.

Kemudian dari faktor sosial, adanya pasal pelarangan penjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta kewajiban pengelola yang tidak melakukan pengawasan internal, pembiaran merokok dan tidak memasang tanda larangan merokok di KTR dapat dikenai denda Rp 50 juta bisa menimbulkan masalah sosial baru.

Kekhawatiran atas konflik pengawas/pelaksana dengan masyarakat sangat besar, ditambah adanya potensi pungutan liar atas denda yang ditetapkan bisa menjadi efek negatif lanjutan dari Perda KTR yang “dipaksakan”.

Selain itu, jika Perda ini disahkan dalam waktu dekat, implementasi dilapangan akan berpotensi menimbulkan masalah, salah satunya banyak kebijakan KTR yang gagal karena tidak menyediakan ruang merokok yang layak dan terpisah, sehingga perokok tetap merokok sembarangan. Tanpa zona transisi, pelaksana di lapangan bisa saja menjalankan pelarangan total yang bisa kontraproduktif terhadap kelompok masyarakat perokok dan pedagang.

Jadi bisa dikatakan, jalan panjang harus ditempuh jika pada akhirnya harus melahirkan kebijakan yang mengatur bagaimana masyarakat merokok di tempat umum.

Untuk saat ini Raperda KTR masih jauh dari ideal, jangan sampai pengesahan atas dasar kesehatan masyarakat malah “menghapus” banyak hal positif lainnya seperti perputaran ekonomi masyarakat.

Jangan sampai, hanya karena takut asap yang tidak sehat, kita mematikan api ekonomi masyarakat kecil.

“JANGAN MENGGALI LUBANG SEBELUM SIAP”

Pertimbangkan Kembali Isi Kebijakan Perda KTR DKI Jakarta Agar Memberi Dampak Positif

Bagi Pelaku Ekonomi Menengah Kebawah
Rokok adalah produk legal, maka fokus dalam kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dibuat secara realistis dan kita paham dampak negatif rokok, maka pengaturan bisa dilakukan dengan membatasi penjualan untuk anak di bawah umur atau meletakkan display rokok di belakang kasir.

Menurut Dunn (2013), kebijakan publik adalah hal yang kompleks karena melibatkan banyak dimensi yang saling berinteraksi dan tidak bisa disederhanakan menjadi satu keputusan tunggal. Banyak dimensi yang terkait, aktor yang terlibat serta ketidakpastian serta lingkungan yang selalu dinamis.

Jika dilihat dari permasalahan isu sosial masalah merokok di tempat umum, pro dan kontra tidak pernah lepas dari dampak kesehatan bagi perokok pasif dan hak bagi mereka yang merokok. Walaupun detail pasal yang tengah dibahas belum final, namun masalahnya tentu tidak hanya sebatas pro dan kontra tersebut.

Lebih lanjut, Pemerintah Provinsi melalui
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung menyebut Raperda ini bertujuan untuk membatasi perokok di tempat publik demi kesehatan masyarakat, bukan melarang total merokok di Jakarta.

Namun pernyataan tersebut bisa saja menjadi kontraproduktif karena adanya konteks perluasan definisi kawasan tanpa rokok dalam Raperda KTR yang tidak sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, didalam PP tersebut pada pasal 443 dituliskan bahwa Pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat kerja, tempat umum, wajib menyediakan tempat khusus untuk merokok.

Sehingga bagi tempat umum seperti yang tertulis di Raperda KTR yaitu pasar modern, pasar tradisional, hotel atau tempat penginapan, apartemen/rusun,restoran atau rumah makan, tempat rekreasi atau tempat hiburan, halte, terminal, stasiun, pelabuhan, dan bandar udara, balai pertemuan dan Tempat Umum lainnya, maka solusinya adalah mereka WAJIB menyediakan tempat khusus untuk merokok berupa merupakan ruang terbuka, terpisah dari bangunan utama, jauh dari lalu lalang orang, dan jauh dari pintu keluar masuk, namun didalam RaPerda KTR pada pasal 17 ayat 3 disebutkan bahwa Larangan menjual dan membeli Rokok dikecualikan untuk Tempat Umum yang memiliki izin untuk menjual Rokok.

Begitu juga dengan Larangan menjual Rokok berlaku dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan Tempat Anak Bermain. Kebijakan tersebut sungguh sangat tidak idealis karena sudah cukup dengan pembinaan lingkungan sekolah sehat melalui pembinaan lingkungan fisik dengan memberlakukan Kawasan Tanpa Rokok di sekolah dan tempat anak bermain, dimana Kawasan tanpa rokok merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan menjual, memproduksi, mengiklankan di dalam maupun luar ruang, dan mempromosikan produk tembakau dan rokok elektronik, sehingga kios ataupun warung didekat sekolah ataupun tempat anak bermain bisa diatur dengan tidak melakukan iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau dan rokok elektronik serta menjualnya dibelakang kasir dan dengan meminta identitas pembeli.

Sehingga kebijakan Perda KTR DKI Jakarta saat ini perlu lebih memiliki Relaksasi kebijakan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) adalah penyesuaian aturan KTR yang bertujuan memfasilitasi keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sambil tetap melindungi kesehatan masyarakat, terutama generasi muda. Penyesuaian ini fokus pada penyeimbangan antara perlindungan kesehatan masyarakat dan kebutuhan ekonomi UMKM.

Kementerian ATR/BPN Gelar Pembinaan dan Supervisi Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan di Surabaya

Surabaya – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (PSKP) menyelenggarakan kegiatan Pembinaan dan Supervisi Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan di Surabaya, Jumat (10/10/2025). Acara ini dipimpin langsung oleh Dirjen PSKP, Iljas Tedjo Prijono, dan dihadiri oleh sejumlah pejabat penting, termasuk Direktur Penanganan Sengketa Pertanahan, Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan, serta Kepala Kantor Wilayah BPN Jawa Timur beserta jajaran terkait.

Dalam arahannya, Iljas Tedjo Prijono menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak hanya fokus memberikan perlindungan hukum yang pasti kepada masyarakat, tetapi juga berkomitmen menyelesaikan tindak pidana pertanahan. Langkah ini diharapkan dapat memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat yang terdampak.

“Kami ingin memastikan bahwa pelayanan pertanahan yang kami hadirkan bersifat adil, transparan, dan berorientasi pada kepastian hukum, sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat merasakan manfaatnya secara langsung,” ujar Iljas.

Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Kementerian ATR/BPN untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta efektivitas penanganan sengketa dan konflik pertanahan di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di Jawa Timur.

 

(ard)

Dirjen PSKP Dorong Sinergi dan Kolaborasi Dalam Penegakan Hukum Pertanahan di Provinsi Jatim

Surabaya – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan mengadakan kegiatan Pembinaan dan Supervisi Tindak Pidana Pertanahan di Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Kegiatan ini berlangsung pada Jumat (10/10) dan dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Iljas Tedjo Prijono.

Acara tersebut dihadiri oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, jajaran Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA), serta instansi penegak hukum dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.

Dalam kegiatan ini, fokus utama adalah membahas target operasi tindak pidana pertanahan di Provinsi Jawa Timur untuk tahun 2025. Kementerian ATR/BPN menegaskan pentingnya peningkatan kualitas pencegahan kasus dan efektivitas supervisi lapangan guna mengantisipasi berbagai pelanggaran pertanahan.

Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Iljas Tedjo Prijono, menekankan penerapan prinsip early warning system yang bertujuan mendeteksi potensi pelanggaran secara dini. Sistem ini akan dijalankan melalui kerja sama intensif antara Kantor Wilayah BPN, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, serta aparat penegak hukum setempat.

Melalui pembinaan dan supervisi ini, diharapkan penanganan setiap kasus pertanahan dapat dilakukan secara profesional dan berkeadilan, sekaligus mencegah munculnya tindak pidana pertanahan baru di Jawa Timur.

 

(ard)

KAMI PULANG! RPA Indonesia Selamatkan 3 Korban Human Trafficking dari Kamboja, Termasuk Korban ‘Minum Air Kloset’ yang Viral!

KAMI PULANG! RPA Indonesia Selamatkan 3 Korban Human Trafficking dari Kamboja, Termasuk Korban ‘Minum Air Kloset’ yang Viral!

 

JAKARTA, 10 Oktober 2025

 

​3 WNI Korban Perdagangan Orang Dipulangkan dari Kamboja Berkat Sinergi Hebat RPA Indonesia, Pemerintah (Kemenlu & KBRI) dan BBI

​Relawan Perempuan dan Anak (RPA) Indonesia kembali menunjukkan komitmennya dalam memberantas kasus human trafficking dengan berhasil memulangkan tiga Warga Negara Indonesia (WNI) korban dari Kamboja.

Pemulangan ini terlaksana berkat kerja cepat RPA Indonesia yang bersinergi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kamboja, dan Bintang Bumi Indonesia (BBI).

​Ketiga korban yang berhasil diselamatkan adalah Dika, Obas, dan Rama.

​Ketua Umum RPA Indonesia, Jeannie Latumahina, saat ditemui di Jakarta, menyatakan rasa syukur atas kelancaran proses pemulangan. Jeannie memaparkan bahwa salah satu korban, Obas, sempat viral karena menjadi korban penyiksaan, di mana ia dihukum meminum air kloset sebanyak 10 mangkuk karena tidak mencapai target kerjanya sebagai scammer love.

​”Ini adalah bukti nyata komitmen RPA Indonesia dalam menolong masyarakat Indonesia yang kesulitan tanpa pamrih,” tegas Jeannie.

​Kondisi Korban dan Proses Advokasi menurut
​Wakil Ketua dari DPP RPA Indonesia, Yusuf Pradiga, yang mendampingi kasus ini, menceritakan bahwa awalnya kondisi korban sangat sulit. Mereka melarikan diri dari perusahaan scammer love tanpa memiliki dokumen perjalanan.
​”Keterangan yang kami terima, pada 8 Juli 2025 sekitar pukul 00.30 waktu setempat, mereka dalam kondisi menggantung tanpa kepastian. Mereka telah berupaya mengajukan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP), namun terkendala,” ujar Yusuf.

Menurut Yusuf Pradiga Permintaan tolong para korban yang sempat terlantarkan ini kemudian dilaporkan ke media BBI dan segera mendapat pendampingan hukum dari RPA Indonesia.

“RPA INDONESIA bersinergi dengan Kemenlu RI dan KBRI Kamboja untuk proses pemulangan mereka” ujar Yuda Pradiga.

​M. Wirabadsha Maruapey, S.H. selaku LBH RPA Indonesia, menyatakan bahwa proses hukum dan advokasi terhadap ketiga korban dikawal tuntas dengan melibatkan pihak-pihak terkait.

​”Kami bersyukur atas keberhasilan kembalinya 3 orang korban human trafficking pulang dengan selamat. Ini adalah kabar baik dan bukti bahwa kerja keras dan dedikasi RPA INDONESIA dalam memperjuangkan hak-hak mereka telah membuahkan hasil.

Semoga mereka dapat segera memulihkan diri dan menjalani hidup yang lebih baik,” tutup M. Wirabadsha.

​Peringatan untuk Masyarakatpun disampaikan oleh KETUM RPA INDONESIA
​Jeannie Latumahina yang mengimbau masyarakat, khususnya Generasi Muda, agar lebih berhati-hati saat memutuskan bekerja di luar negeri. “Pastikan agensinya legal dan memiliki visa kerja yang jelas,” tegasnya.

#RPAIndonesiaBeraksi
#LawanHumanTrafgicking
#KerjaNyata
#WNIJagaDiri

Celoteh Abah AAU : Melawan Militerisme, Bukan Institusi, Supremasi Sipil Adalah Harga Mati!

Celoteh Abah AAU :
Melawan Militerisme, Bukan Institusi, Supremasi Sipil Adalah Harga Mati!

 

Jakarta, Galaxypost.id

 

Harapan BARISAN PENEGAK SUPREMASI SIPIL : Jangan gunakan Komite Reformasi Polri yang di bentuk Presiden Prabowo jadi alat politik Dan membuka jalan masuknya Militerisme tunggangi pemerintahan Presiden Prabowo

Kita, sebagai warga negara Indonesia, memiliki rasa hormat yang tinggi terhadap Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai penjaga kedaulatan dan keutuhan bangsa, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai pilar utama penegakan hukum dan penjaga keamanan internal. Kedua institusi ini adalah alat negara yang vital. Namun, kami tegaskan: perlawanan kami bukan ditujukan kepada institusi, melainkan kepada ideologi dan praktik militerisme yang mengancam fondasi demokrasi.

Militerisme adalah kecenderungan menempatkan nilai, struktur, dan kendali militer di atas ranah sipil dan politik. Praktik ini, sebagaimana disoroti sejarah, telah berulang kali menghancurkan demokrasi dengan otoritarianisme dan penindasan. Indonesia memiliki pengalaman pahit di bawah rezim Orde Baru, di mana doktrin Dwifungsi ABRI menempatkan militer sebagai kekuatan sosial-politik yang dominan, mencengkeram birokrasi, mengontrol kebebasan sipil, dan melanggengkan kekuasaan otoriter selama 32 tahun.

Reformasi 1998: Penegakan Supremasi Sipil yang Berhasil

 

Titik balik Reformasi 1998 adalah momen kemenangan kedaulatan rakyat. Tuntutan utama rakyat, mahasiswa, dan aktivis adalah demiliterisasi politik dan penegakan Supremasi Sipil—prinsip yang menyatakan bahwa kekuasaan politik tertinggi harus berada di tangan pemimpin sipil yang dipilih secara demokratis, yaitu Presiden.

Keberhasilan monumental pasca-1998 telah berhasil membatasi secara signifikan peran militer dalam politik:
Pemisahan TNI dan Polri (2000): Langkah ini mengembalikan TNI murni ke fungsi pertahanan negara (national defence) dan mentransformasi Polri menjadi institusi sipil yang mengurusi keamanan dan ketertiban masyarakat (internal security) di bawah Presiden.

Penghapusan Hak Politik (2004): Fraksi TNI/Polri secara resmi dicabut dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengakhiri akses formal militer dalam proses legislatif dan politik praktis.

Reformasi Hukum Militer:

Pengesahan UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 secara normatif mengukuhkan prinsip bahwa prajurit aktif harus mengundurkan diri atau pensiun jika ingin menduduki jabatan sipil.

Ini adalah pilar kunci kontrol sipil.

Supremasi sipil yang kita nikmati hari ini adalah hasil perjuangan yang tak ternilai. Jangan pernah berfikir untuk hancurkan mimpi itu karena kami pasti akan didepan untuk melakukan perlawanan kembali. Itu pasti!

Komitmen Presiden Sipil dan Independensi Polri

Meskipun fondasi normatif telah kuat, residu dan godaan militerisme selalu mengintai, seringkali melalui pintu belakang seperti pelibatan anggota aktif di jabatan sipil yang tidak terkait fungsi pertahanan. Oleh karena itu, komitmen dari kepemimpinan sipil menjadi krusial.

Presiden Prabowo Subianto—seorang sipil yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi—dituntut untuk konsisten menjaga Demokrasi dan Supremasi Sipil. Beliau harus teguh berpihak pada Rakyat serta menempatkan TNI dan Polri sebagai alat negara yang profesional dan netral, bukan alat kekuasaan politiknya.

Menariknya, Presiden Prabowo sendiri memiliki pengalaman sebagai korban militerisme dan fitnah politik di era rezim otoriter sebelumnya.

Pengalaman ini harus menjadi pelajaran berharga yang mengukuhkan tekadnya: saat berkuasa sebagai sipil, beliau harus menjadi sosok sipil yang lebih sipil, yang sepenuhnya tunduk pada hukum dan konstitusi, serta mempertahankan supremasi sipil tanpa kompromi.

Menjaga Polri dari Intervensi

Supremasi sipil sangat bergantung pada pemisahan yang jelas antara pertahanan (TNI) dan keamanan/penegakan hukum (Polri). Dalam konteks ini, kita harus tegas mendukung:
Reformasi Polri dari Budaya Militerisme: Kita pasti Dukung Reformasi Polri dari segi penghapusan Budaya Militerisme dan Kesewenang-wenangan, serta menuntut reorganisasi sipil yang menekankan akuntabilitas, transparansi, dan pelayanan publik yang humanis.

Independensi Polri:

Jangan obok obok Polri dengan upaya politisasi atau pelemahan. Polri harus tetap independen dalam menjalankan fungsi dan tugasnya menciptakan Kamtibmas dan Penegakan Hukum berkeadilan, dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Apapun alasannya, jangan biarkan upaya menghancurkan atau melemahkan Polri (sebagai institusi sipil) karena hal itu justru akan membiarkan Militerisme kembali mengisi kekosongan tersebut.

Presiden harus tetap berpijak pada supremasi sipil, memastikan bahwa fungsi keamanan domestik sepenuhnya di bawah kendali sipil dan hukum.

Perjuangan untuk menjaga supremasi sipil adalah tanggung jawab kolektif. Setiap langkah mundur adalah pengkhianatan terhadap cita-cita Reformasi 1998.

Rakyat Indonesia telah membuktikan kekuatannya, dan kami tidak akan pernah membiarkan masa kelam itu kembali.

Melawan Militerisme, Bukan Institusi:

 

Mempertegas Supremasi Sipil Adalah Harga Mati
Kita mencintai Tanah Air, dan kita menghormati Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai garda terdepan pertahanan negara, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai pilar utama penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Namun, tegas kami nyatakan: perlawanan kami bukan ditujukan kepada institusi TNI dan Polri, melainkan kepada ideologi dan praktik militerisme yang mengancam sendi-sendi demokrasi.

Militerisme adalah hantu masa lalu yang harus terus kita hadapi. Sejarah kelam Orde Baru menjadi pengingat abadi bagaimana dominasi militer dalam urusan sipil (Dwifungsi ABRI) menghancurkan demokrasi, melahirkan otoritarianisme, dan menindas kebebasan rakyat. Demokrasi yang dicengkeram kekuasaan militer adalah demokrasi yang cacat, yang hanya melayani kepentingan segelintir elit, bukan kedaulatan rakyat.

Titik Balik Reformasi 1998: Mimpi yang Berhasil Ditegakkan

Mei 1998 adalah titik balik monumental. Rakyat, mahasiswa, dan seluruh komponen sipil bersatu menuntut reformasi, dan salah satu tuntutan terpenting adalah pencabutan Dwifungsi ABRI dan penegakan Supremasi Sipil.

Dalam waktu singkat pasca-Reformasi, kita telah berhasil mencapai langkah-langkah historis:
Pemisahan TNI dan Polri (2000): TNI dikembalikan fokusnya sebagai alat pertahanan negara, sementara Polri menjadi lembaga keamanan internal yang berada di bawah Presiden.

Penghapusan Fraksi TNI/Polri di Parlemen (2004): Militer dan polisi secara formal ditarik dari politik praktis, mengakhiri hak mereka untuk berpolitik di lembaga legislatif.
Pengesahan UU TNI 2004: Secara normatif, undang-undang ini mewajibkan prajurit aktif mundur dari dinas jika ingin menduduki jabatan sipil, sebuah prinsip kunci kontrol sipil.

Supremasi sipil telah ditegakkan, setidaknya di atas kertas. Kekuasaan politik tertinggi berada di tangan pemimpin sipil yang dipilih secara demokratis oleh rakyat, yaitu Presiden. TNI dan Polri telah ditempatkan pada posisi yang benar: sebagai alat negara untuk pertahanan dan keamanan, bukan alat kekuasaan penguasa politik.

Menjaga Komitmen: Stabilitas, Demokrasi, dan Polri Independen

Mimpi supremasi sipil ini adalah hasil perjuangan berdarah dan keringat. Oleh karena itu, kita tidak akan pernah membiarkan upaya-upaya untuk meruntuhkan fondasi yang sudah dibangun.

Kepada Presiden sipil yang berkuasa, termasuk Presiden Prabowo Subianto, komitmen pada supremasi sipil adalah janji yang tidak boleh dilanggar. Kita menyaksikan rekam jejaknya: ia pernah menjadi korban fitnah politik di bawah rezim otoriter dan partai penguasa di masa lalu, dan kini sebagai seorang sipil yang memimpin negara, ia harus membuktikan dirinya adalah Presiden yang konsisten menjaga Demokrasi dan Supremasi Sipil, serta berpihak sepenuhnya pada kedaulatan rakyat.

Menempatkan TNI dan Polri sebagai alat negara, bukan alat kekuasaan, adalah bukti nyata komitmen itu.

Stabilitas Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) harus diciptakan melalui jalur sipil-demokratis, didukung oleh penegakan hukum yang berkeadilan. Ini adalah tugas utama Polri sebagai institusi sipil yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Kita mendukung penuh Reformasi Polri untuk membersihkan diri dari residu budaya militerisme dan praktik-praktik kesewenang-wenangan. Reformasi ini harus mencakup reorganisasi yang lebih menempatkan warga sipil pada fungsi-fungsi pengawasan, transparansi, dan akuntabilitas.

Namun, di saat yang sama, kita harus menjaga Polri agar tetap independen dan tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politik atau kekuatan lain. Jangan pernah ada upaya untuk “mengobok-obok” Polri dengan tujuan melemahkan independensinya.

Melemahnya Polri yang sipil hanya akan membuka jalan bagi militerisme untuk kembali mengisi kekosongan di ranah keamanan domestik dan hukum, mengancam supremasi sipil yang telah kita perjuangkan.

Kami Siap Melawan Kembali!

Perjuangan supremasi sipil adalah perjuangan yang tak pernah usai, karena residu dan godaan militerisme selalu ada. Peningkatan peran militer di ranah sipil, meskipun atas nama stabilitas, adalah alarm bahaya.

Kita telah berhasil meruntuhkan hegemoni masa lalu. Kita telah menegakkan mimpi demokrasi.

Jangan pernah berpikir untuk menghancurkan mimpi itu! Kami, rakyat sipil, telah membuktikan bahwa kami mampu berdiri kokoh. Jika ada satu inci saja upaya untuk mengembalikan militerisme, untuk melanggar supremasi sipil, atau menjadikan alat negara sebagai alat kekuasaan, kami pasti akan berdiri di garis depan untuk melakukan perlawanan kembali. Itu pasti!

**”

Penulis:
Ade Adriansyah Utama SH MH
Celoteh.ABAH OFFICIAL Konten Kreator YouTuber Sosial politik hukum , Akademisi Magister Hukum Univ Bhayangkara Jakarta Raya , Aktivis 98 , Dir Eksekutif Komite Pendukung dan Pengawas PRESIISI(KP3) POLRI, MS INDONESIA Innisiator Team TAMPAK Kasus Duren 3 Sambo, Team Advokasi Kanjuruhan, team Hukum Sakatatal dan advokasi kasus Vina Cirebon , Innisiator Barisan Penegak Supremasi Sipil

Wakapolda Metro Jaya Hadiri Zoom Meeting Penanaman Jagung Serentak Kuartal IV di SPN Cigombong

Cigombong – Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Metro Jaya menghadiri kegiatan zoom meeting Penanaman Jagung Serentak Kuartal IV, yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Kegiatan ini berpusat di Kabupaten Tangerang, Banten, dan dilaksanakan serentak di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di lahan Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Metro Jaya di Cigombong, Jawa Barat, Rabu (8/10/2025).

Program ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, khususnya melalui peningkatan produksi komoditas jagung. Kegiatan tersebut menunjukkan komitmen Polri dalam mendukung program strategis nasional di bidang pertanian.

Turut hadir dalam kegiatan ini sejumlah pejabat utama Polda Metro Jaya, serta perwakilan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kodam Jaya, dan Direktorat Jenderal Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian.

Melalui program ini, diharapkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan aparat keamanan dapat mempercepat terwujudnya ketahanan pangan yang berkelanjutan di Indonesia.

 

(ard)