Archives Juli 2024

Kolaborasi AXA Financial Indonesia dan FMIPA Institut Teknologi Bandung Tingkatkan Kualitas Aktuaris

Kolaborasi AXA Financial Indonesia dan FMIPA Institut Teknologi Bandung Tingkatkan Kualitas Aktuaris

 

Bandung, Galaxypost.id

 

Industri dan perguruan tinggi memiliki peran penting dalam mendorong inovasi, pengembangan ekonomi, dan pertumbuhan berkelanjutan. Kolaborasi antara kedua entitas ini dapat menciptakan sinergi yang kuat dan saling menguntungkan.

AXA Financial Indonesia (AFI) berkolarasi dengan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Teknologi Bandung (ITB) memberikan kesempatan beasiswa bagi mahasiswa Program Studi (Prodi) Aktuaria dan Prodi Matematika. Beasiswa ini mencakup biaya pendidikan dan pengembangan diri mahasiswa terpilih guna mendalami Aktuaria sebagai ilmu dasar analisis risiko kegiatan keuangan layanan asuransi. Inisiatif ini menggarisbawahi komitmen AFI dalam memajukan industri asuransi melalui pengembangan profesional unggul di bidang Aktuaria.

Niharika Yadav, Presiden Direktur AXA Financial Indonesia, menjelaskan, “AXA Financial Indonesia menyambut antusias kesempatan berkolaborasi dengan FMIPA ITB sebagai kampus yang dikenal telah menghasilkan lulusan terbaik di bidang Aktuaria. Keunggulan akademis yang ditawarkan ITB serta pengetahuan praktis industri asuransi yang diberikan oleh AXA Financial Indonesia sebagai bagian dari perusahaan Asuransi global terkemuka akan memberikan keuntungan unik bagi para Aktuaris masa depan. Melalui program beasiswa ini kami bermaksud untuk membekali mahasiswa terpilih dengan keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk menghasilkan profesional Aktuaris berkualitas yang sangat dibutuhkan untuk industri kami.”

Berdasarkan data Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI), Indonesia baru memiliki sekitar 51 persen Aktuaris dari 3.000 jumlah Aktuaris yang ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan berbagai industri, khususnya industri asuransi baik umum maupun jiwa. Sampai dengan bulan Maret 2024, terdapat 532 orang yang memiliki gelar Fellow Society of Actuaries of Indonesia (FSAI) dan 285 orang yang menyandang gelar Associate of the Society of Actuaries of Indonesia (ASAI). Dengan demikian, terdapat 817 orang yang telah mengantongi gelar untuk berprofesi sebagai Aktuaris di Indonesia.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya mendorong kesiapan pelaku industri asuransi dalam meningkatkan kualitas layanan asuransi, khususnya profesional di bidang Aktuaria. Sejauh ini, OJK telah menetapkan bahwa standar praktik keuangan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 74 tentang Kontrak Asuransi akan mulai diterapkan 1 Januari 2025. Untuk itu, industri asuransi perlu memastikan ketersediaan serta kesiapan Aktuaris dalam menjalankan standar praktik keuangan saat PSAK mulai diterapkan.

Prof. Ir. Wahyu Srigutomo, S.Si., M.Si., Ph.D., Dekan FMIPA ITB, menuturkan, “Kami menyambut baik kerjasama dengan AXA Financial Indonesia untuk pengembangan kapasitas tenaga Aktuaris berkualitas melalui program beasiswa ini. Terutama karena program ini meliputi serangkaian kegiatan termasuk pengalaman magang di kantor AFI sekaligus pengembangan SDM hingga peluang bekerja di AFI. Besar harapan kami, pendekatan inovatif dalam penyelenggaraan beasiswa ini bisa menghasilkan tenaga Aktuaria berkualitas dan berkontribusi terhadap pertumbuhan industri asuransi nasional.”

Kolaborasi yang menjadi program tahunan ini dimulai dengan proses seleksi mahasiswa terbaik dari Prodi Aktuaria dan Prodi Matematika yang akan menjalani kegiatan magang di kantor AFI pada akhir semester 6. Pada akhir masa magang, mahasiswa magang terpilih akan mendapatkan beasiswa pendidikan selama 2 semester terakhir dengan cakupan biaya akademik, biaya bulanan, serta manfaat bimbingan dan pelatihan serta ujian profesi Aktuaris. Setelah lulus, mereka berkesempatan mengikuti program terstruktur sebagai Management Trainee (MT) selama 24 bulan dan memperoleh fasilitas pengembangan SDM seperti pembinaan karir dan pelatihan lanjutan terkait Aktuaria.

***

TENTANG AXA FINANCIAL INDONESIA

PT AXA Financial Indonesia merupakan bagian dari AXA Group, perusahaan asuransi dan manajemen aset terbesar di dunia berbasis di Paris, dengan 147.000 karyawan melayani lebih dari 94 juta nasabah di 50 negara. AXA di Indonesia menawarkan solusi perlindungan bagi perseorangan maupun korporasi dalam bentuk asuransi jiwa dan asuransi umum melalui jalur multi distribusi yaitu bancassurance, keagenan, broker, digital dan telemarketing serta manajemen aset. AXA telah diakui oleh Interbrand sebagai merek asuransi nomor satu di dunia selama sepuluh tahun berturut-turut (2009-2018).

PT AXA Financial Indonesia (AXA Financial Indonesia) merupakan perusahaan asuransi dengan fokus bisnis pada asuransi jiwa dan asuransi kesehatan konvensional dan syariah (Unit Syariah). AXA Financial Indonesia berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Surat Ijin Usaha No.612/KMK.017/1995 tanggal 22 Desember 1995 dan salinan Keputusan Menteri Keuangan No.KEP-237/KM.10/2009 tanggal 31 Juli 2009 untuk ijin usaha unit Syariah. AXA Financial Indonesia berkantor pusat di Jakarta dengan 49 kantor pemasaran di seluruh Indonesia dan kurang lebih 4,400 tenaga pemasar bersertifikat.

Tahun 2023, AXA Financial Indonesia telah memenangkan sejumlah penghargaan, antara lain: Best Insurance 2023 with Top Financial Performance and Provision of Innovative Production Solutions – Category Life Insurance, Total Assets 5T-10T dari Warta Ekonomi, Best Contact Center Indonesia 2023 – Categories in Corporate Contact Center Award: Platinum for Digital Media, Gold for Contact Center Operation & Bronze for People Development dari Indonesia Contact Center Association, Indonesia Best Business Transformation 2023 dari SWA Magazine, The Best Performance Life Insurance Company 2023 – Category Gross Premium IDR 1 Trillion – <IDR 5 Trillion dari

Janoe Arijanto (Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I): Pemerintah Harus Terus Membuka Dialog dengan Ekosistem Penyiaran untuk Menghadapi Disrupsi Digital

Janoe Arijanto (Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I): Pemerintah Harus Terus Membuka Dialog dengan Ekosistem Penyiaran untuk Menghadapi Disrupsi Digital

 

Jakarta, 3 Juli 2024 –

 

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Kominfo RI dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan tema “Masa Depan Penyiaran Pasca ASO & Disrupsi Digital” dilaksanakan di The Hotel Akmani Jakarta Pusat (3 Juli 2024).

Janoe Arijanto selaku Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia seusai memberikan materi, saat ditemui awak Media Online mengatakan ; Bahwa kalau soal ASO sudah selesai hingga kepemisahan sudah 90% hingga sudah kita anggap normal kembali dan kita sudah mulai bisa menghitung measurement sebagaimana seperti sebelum ASO. Sekarang sebenarnya kalau misalnya ternyata ada data bahwa spending ke televisi itu flat atau turun dari tahun ke tahun, sebenarnya yang diperlukan lebih kepada bagaimana organisasi televisi, entah di level holdingnya itu mampu menyesuaikan dengan format landscape yang baru.

Tentu saja redefinisi terhadap arti televisi itu sendiri dan dengan konten-konten yang juga berformatnya yang berbeda-beda. Memang kalau kita mengartikan televisi yang sekarang kemudian dipindah ke digital itu juga tidak cukup karena format atau karakter maupun kebiasaan itu bisa dinikmatin dengan video yang berbeda, makanya perubahannya bukan hanya persoalan memindahkan televisi ke digital, tapi juga memindahkan format, kebiasaan, pengukuran, event culture dan cara mengelola konten itu juga harus kemudian berubah.

Sebenarnya kalau merespon ke multi platform yang kalau kemudian televisi berubah ke multi platform, formatnya kita tentu saja akan menguntungkan semua pihak baik televisi yang sedang berubah atau periklanannya, tapi kalau lebih ke ASO itu sebenarnya sekarang sudah tidak ada masalah sama sekali. Adapun untuk masalah regulasinya, karena regulasinya belum berakhir yang saya kira sih satu regulasi aja.

Kalau bicara mengenai masalah undang-undang, sebaiknya undang-undang ini pro terhadap permirsa Indonesia termasuk melindungi informasi sebagai hajat hidup orang banyak di level itu dan tidak kemudian mengatur ke wilayah-wilayah yang terlalu teknis, karena memang teknologi cepat sekali berubah dan gampang sekali, kemudian tertinggal kalau kita menempatkan peraturan-peraturan teknis dalam undang-undang yang sudah diatur.

Jadi sebenarnya yang penting adalah bagaimana undang-undang itu punya semangat yang bagus untuk melindungi pemirsa dan industri pertelevisian yang sedang berubah ini dimana saya kira televisi masih menjadi yang terbesar sampai bulan Juli 2024 juga masih menjadi spending yang terbesar, sekitar 50-60%.

Dan yang diperlukan sebenarnya ke perubahan-perubahan yang saya sebutkan tadi baik perubahan yang ke arah merespon multi-platform, multi-format maupun organisasinya sendiri juga harus culture-nya harus disesuaikan dengan perkembangan landscape yang ada multi-platform itu.

Harapan untuk pemerintah tentu saja sebenarnya pemerintah bukan hanya satu pihak saja yang bisa kita berharap untuk perubahan ini. Ini kerja besar ekosistem penyiaran dan televisi karena kita semua dari periklanan maupun dari pengiklanan, content creator bahkan termasuk televisi sendiri memang harus bersama-sama untuk bergerak. Dan saya kira itu menjadi kunci yang kemudian sekedar melawan platform besar, tapi kita menjadikannya sebagai salah satu elemen yang berubah, bahkan kita berkolaborasi itu juga penting. Jadi saya kira itu harapan kita ke pemerintah untuk terus-menerus membuka dialog dengan ekosistem penyiaran,” tutupnya.