STRATEGI PANGLIMA PERANG EKONOMI MENUJU
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 8 %
Oleh: Hotman Auditua S,S.E.,M.E.,BKP Pemerhati Kebijakan Fiskal
Sikap berani seorang Purbaya di awal mengemban tugasnya sebagai Menteri Keuangan, beliau mengatakan dengan optimistis mampu membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tembus 8 persen dalam waktu dua atau tiga tahun ke depan. Lalu selang beberapa hari panglima perang Purbaya dengan berani mengambil tindakan kebijakan penempatan dana Rp200 triliun ke lima bank nasional.
Melihat dari pengalaman beliau di dunia perekonomian sudah bisa dibilang kuat, ditambah dengan karakter beliau yang dikenal “koboi”. Tetapi dari sudut pandang saya, karakter seorang Purbaya itu seperti seorang Panglima Perang Sun Tzu, Ia adalah seorang jenderal dan ahli strategi militer yang aktif melayani Raja Helü dari Wu mulai sekitar tahun 512 SM selama abad keenam SM.
Mari kita tilik Strategi seorang Panglima Sun Tzu yang di implementasikan didalam kebijakan Purbaya, :
1. Bangun Strategi Anda
“ The victorious warrior will win first, then fight, while the defeated warrior will fight first, then try to win.” / “Prajurit yang menang akan menang terlebih dahulu, baru kemudian berperang, sedangkan prajurit yang kalah akan berperang terlebih dahulu, baru kemudian berusaha untuk menang.” – Sun Tzu, The Art of War
Dimana maksudnya adalah Sun Tzu senantiasa menekankan bahwa aksi militer adalah tindakan mahal yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat. Oleh karena itu, perang harus cepat, efisien, dan lincah. Memperpanjang perang tidak manusiawi bagi rakyat.
Persamaannya dengan sikap optimis seorang Purbaya adalah bahwa tidak perlu waktu lama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang dalam waktu 2-3 tahun dia mampu membuat pertumbuhan perekonomian Indonesia mencapai 8 persen dengan 2 kebijakan yang dinilai banyak ekonom suatu tindakan seperti “pedang bermata dua”.
Analisa strategi Purbaya dengan filosofi panglima Sun Tzu menunjukkan penerapan prinsip-prinsip seperti perencanaan matang, memahami kekuatan dan kelemahan musuh (dan diri sendiri), menghindari konflik berkepanjangan, fleksibilitas dan adaptasi terhadap situasi, serta memanfaatkan faktor eksternal seperti medan dan cuaca untuk meraih kemenangan dengan efisien.
2. Jadilah Pemimpin Yang Baik
Panglima Sun Tzu mengatakan : “The general who wins a battle makes many calculations in his temple before the battle begins. The general who loses makes only a few calculations beforehand.” / “Jenderal yang memenangkan pertempuran membuat banyak perhitungan di pelipisnya sebelum pertempuran dimulai. Jenderal yang kalah hanya membuat sedikit perhitungan sebelumnya.”
Yang maksud oleh beliau dalah bahwa Seorang jenderal yang sukses menginvestasikan waktu dan upaya yang signifikan dalam perencanaan dan mempertimbangkan berbagai faktor dan skenario sebelum terlibat dalam pertempuran. Persiapan ini mencakup evaluasi kekuatan dan kelemahan musuh, medan, sumber daya yang tersedia, dan kemungkinan taktik
Dilihat dari filosofi Sun Tzu, kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyuntikkan dana Rp200 triliun ke perbankan dapat dianalisis sebagai manuver strategis untuk memenangkan “perang ekonomi”. Sun Tzu mengajarkan bahwa kemenangan terbaik adalah mengalahkan musuh tanpa bertempur. Dalam konteks ekonomi, ini berarti menghidupkan kembali pasar dan mendorong pertumbuhan tanpa harus melalui krisis yang meluas. Serta seorang Purbaya dalam menjalankan kebijakannya tersebut harus mampu memprediksi harapan dan respon dari publik atas kebijakan yang dia buat.
3. Manfaatkan Kesempatan
“Know thyself and you will win all battles.”/”Kenali dirimu sendiri dan kamu akan memenangkan semua pertempuran.” – Sun Tzu, The Art of War
Filosofi tersebut hidup dari segi kebijakan seorang purbaya yang langsung menuai banyak pro dan kontra yaitu melalui anggaran Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA), yang totalnya sekitar Rp 425 triliun yang berada di rekening BI, kemudian menarik Rp 200 triliun dan mengembalikannya ke sistem perekonomian ke perbankan yaitu BNI,BRI,Mandiri, BTN dan BSI yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan nomor 276 tahun 2025 tentang Penempatan Uang Negara Dalam Rangka Pengelolaan Kelebihan Dan Kekurangan Kas Untuk Mendukung Pelaksanaan Program Pemerintah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi.
MAMPUKAH SEORANG PURBAYA “PANGLIMA PERANG EKONOMI” MENGHILANGKAN BAYANG-BAYANG SEORANG SRI MULYANI DI KANCAH PEREKONOMIAN
Cahaya yang lebih terang akan menghilangkan bayangan
Jawabannya yang OPTIMIS DAN PASTI sesuai karakter seorang Purbaya adalah Kepemimpinan Purbaya sangat beda dengan Sri Mulyani, ibaratnya kata pepatah “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”, maksudnya pepatah ini mengandung makna bahwa setiap tempat memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda. Dalam konteks ini, Purbaya memiliki gaya kepemimpinan dan pendekatan kebijakan yang berbeda dari Sri Mulyani, dan ia tidak bisa diharapkan untuk menjadi tiruan dari pendahulunya.
Pola pikir beliau seperti Panglima Perang Sun Tzu yang memiliki Strategi Perang Ekonomi yang BIJAK dan TAKTIK .
Berikut adalah analisis kebijakan Rp200 T Purbaya dari kacamata filosofi Sun Tzu:
1. Menang tanpa bertempur (“Win without fighting”)
Sun Tzu menekankan bahwa keunggulan tertinggi adalah menaklukkan musuh tanpa pertempuran.
Aplikasi: Kebijakan Purbaya bukan serangan langsung, melainkan injeksi dana yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi secara internal. Dengan meningkatkan likuiditas perbankan, pemerintah menggerakkan sektor riil dan mendorong mekanisme pasar, alih-alih melakukan intervensi pasar yang lebih drastis atau konfrontatif.
2. Memanfaatkan momentum dan kondisi (“The winning warrior wins first and then goes to war”)
Sun Tzu mengajarkan bahwa seorang pejuang yang bijak akan memastikan kemenangannya terlebih dahulu sebelum melancarkan serangan.
Aplikasi: Purbaya menggunakan dana menganggur pemerintah dari Bank Indonesia (BI) untuk memperkuat likuiditas perbankan. Ini adalah langkah antisipatif untuk menciptakan kondisi yang optimal (likuiditas kuat) sebelum melancarkan “serangan” pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit. Kebijakan ini memastikan bank memiliki cukup “amunisi” untuk berperang di pasar kredit.
3. Menghindari kekuatan musuh dan menyerang kelemahannya (“Avoid strength and attack weakness”)
Sun Tzu menyarankan untuk tidak menyerang kekuatan lawan secara frontal, melainkan mencari dan memanfaatkan kelemahannya.
Aplikasi: Kebijakan ini menghindari kelemahan utama ekonomi, yaitu lemahnya permintaan kredit, dengan menciptakan insentif kuat bagi perbankan. Bank didorong untuk menyalurkan kredit ke sektor riil karena dana tersebut memiliki biaya (suku bunga), sehingga menganggurkan dana itu akan merugikan bank. Ini adalah cara tidak langsung untuk mengatasi keengganan bank menyalurkan kredit tanpa intervensi langsung yang lebih keras.
4. Strategi dengan taktik yang jelas (“Strategy without tactics is the slowest route to victory. Tactics without strategy is the noise before defeat”)
Sun Tzu menegaskan bahwa strategi harus didukung oleh taktik yang solid, dengan Menempatkan dana pemerintah sebesar Rp200 T di bank-bank BUMN terpilih dengan ketentuan yang jelas. Taktik ini mencakup syarat bahwa dana tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) dan bank harus melaporkan penggunaan dana secara berkala.
Aplikasi:Strategi: Mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tantangan global dan perlambatan kredit.
5. Menguasai medan dan menciptakan aliansi (“Control points to shape your opponent”)
Sun Tzu mengajarkan pentingnya menguasai medan pertempuran dan membentuk aliansi strategis.
Aplikasi: Kebijakan Purbaya adalah manuver untuk mengontrol “medan pertempuran ekonomi” dengan membanjiri pasar dengan likuiditas. Selain itu, dengan menempatkan dana di bank-bank milik negara (Himbara), pemerintah membangun aliansi strategis untuk memastikan eksekusi kebijakan yang terkoordinasi dan terarah.
Bagi negara kita, kebijakan penyaluran dana Rp200 triliun ke lima bank Himbara dan syariah bisa memberi harapan besar bagi ekonomi Indonesia dari segala aspek berikut:
1. Harapan Besar Penguatan Sektor Riil dan Padat Karya
Dana ini diharapkan mengalir ke sektor-sektor produktif seperti pertanian, manufaktur, dan UMKM. Selain itu, fokus pada sektor padat karya dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.
2. Akselerasi Fungsi Intermediasi Perbankan
Dana segar yang disalurkan dapat mendorong bank untuk lebih aktif menyalurkan kredit ke sektor prioritas pemerintah. Memperkuat peran bank sebagai agen pembangunan, sejalan dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo.
3. Memperkuat Stabilisasi Sistem Keuangan
Injeksi likuiditas ini dapat menurunkan rasio loan-to-deposit (LDR), memperkuat ketahanan bank terhadap tekanan pasar. Menjaga transmisi kebijakan moneter agar lebih efektif dan responsif terhadap dinamika ekonomi.
4. Penurunan Biaya Dana (Cost of Fund)
Penempatan dana SAL dengan bunga lebih rendah dari deposito memberi ruang bagi bank untuk menurunkan suku bunga kredit. Hasilnya bisa mendorong permintaan pembiayaan dari sektor swasta.
5. Peningkatan Kualitas Kredit dan Akses Pembiayaan
Harapan agar bank tetap selektif dalam menyalurkan kredit untuk menjaga kualitas aset dan menghindari lonjakan NPL (Non-Performing Loan). Perlu pengawasan ketat agar dana tidak terserap ke sektor spekulatif atau berisiko tinggi.
6. Pemanfaatan Dana Publik Secara Progresif
Mengubah dana idle di Bank Indonesia menjadi instrumen fiskal aktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Langkah ini menunjukkan sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal secara lebih dinamis.
Namun tentunya kita berharap, dampak negatif yang mengintai pada setiap kebijakan yang tidak diimplementasikan dengan baik terjadi pada kebijakan ini. Kita semua berharap tidak terjadi gelembung aset, utang daerah yang membengkak, dan distorsi pasar properti seperti di Tiongkok. Tidak terjadi inefisiensi, korupsi, dan kredit macet, terutama karena penyaluran tidak berbasis kelayakan bisnis seperti di Brasil. Kita berharap bahwa penunjukan Purbaya dan kebijakan Rp200 triliun adalah momen krusial bagi arah ekonomi Indonesia. Ini bukan sekadar pergantian figur, tapi ujian terhadap pendekatan fiskal yang lebih berani dan terdesentralisasi. Keberhasilan atau kegagalan kebijakan ini akan menjadi penentu reputasi fiskal Indonesia di mata dunia.
Seperti yang disampaikan Purbaya “Ada periode yang panjang (ekonomi), tumbuhnya double digit. 8% kelihatannya optimis, terlalu optimis. Tapi kalau didesain dengan baik, masih bisa”. Tidak salah ada yang menyebutnya “koboi fiskal” cepat, langsung, dan besar, tetapi sepertinya Indonesia sudah lama membutuhkan sosok ini agar Indonesia bisa melaju kencang mengendarai “kuda” ekonominya yang kuat. Sama seperti Pak Prabowo Presiden Republik Indonesia yang menyukai Kuda.