MENILIK RAPERDA KAWASAN TANPA ROKOK MELARANG ASAP ROKOK TANPA ARAH, MEMATIKAN API EKONOMI RAKYAT KECIL

MENILIK RAPERDA KAWASAN TANPA ROKOK
MELARANG ASAP ROKOK TANPA ARAH, MEMATIKAN API EKONOMI RAKYAT KECIL

 

Oleh: Hotman Auditua S,S.E.,M.E.,BKP
(Ketua DPP Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia Perjuangan (APKLI-P)

 

TAK KENAL, MAKA TAK SAYANG

Sebelum kita ulas tentang RAPERDA Kawasan Tanpa Rokok yang sedang berlangsung prosesnya, kita kenali dulu apa itu Kawasan Tanpa Rokok.

(KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan produk tembakau.

Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Indonesia bertujuan melindungi masyarakat, terutama perokok pasif, dari bahaya asap rokok dan menciptakan lingkungan sehat, mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok melalui larangan merokok di fasilitas kesehatan, tempat belajar, tempat ibadah, tempat kerja, tempat umum, dan area lainnya yang ditetapkan.

Kebijakan ini diatur dalam undang-undang dan peraturan daerah, serta didukung dengan penegakan aturan dan penyediaan area khusus merokok (smoking area) di tempat-tempat tertentu.

Kondisi Pro dan kontra atas Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) DKI Jakarta saat ini sedang memanas dikalangan para pedagang warung, lapak PKL, UMKM, dan toko di pasar tradisional.

Faktanya didalam pasal yang menyatakan pelarangan penjualan produk rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, kebijakan tersebut tidak salah karena kita paham sekolah adalah tempat proses belajar mengajar, adalah sarana yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan atau pelatihan, dan tempat bermain anak adalah area baik tertutup maupun terbuka yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak.

Kebijakan Rancangan Perda KTR juga harus melihat dampaknya bagi keberlangsungan ekonomi usaha rakyat kecil seperti kios-kios atau warung didekat sekolah atau tempat bermain anak yang mana mereka sudah berjualan rokok sejak lama sebelum kebijakan tersebut keluar.
Kita paham keburukan dari asap rokok bagi kesehatan baik itu perokok pasif maupun aktif, namun apakah sesederhana itu kebijakan tersebut dibuat? Tentu tidak, karena sebuah kebijakan seharusnya tidak hanya mengacu pada satu solusi tunggal dan mengesampingkan kepentingan lainnya seperti ekonomi usaha rakyat kecil.

Rancangan tersebut mulai menuai penolakan dari sejumlah pihak seperti Asosiasi Pedagang Kaki Lima Perjuangan (APKLI-P), Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Warteg Merah Putih (Kowamart), Paguyuban Pedagang Warteg serta Kakilima Jakarta (Pandawakarta) yang telah menandatangani deklarasi bersama penolakan atas Raperda KTR di DKI Jakarta.

Bagi mereka, jika kebijakan ini disahkan, akan mematikan usaha mereka yang selama ini menghidupi keluarga mereka. Kebijakan publik memang suatu yang kompleks, namun kajian yang tepat perlu dilakukan agar mendapatkan titik tengah paling ideal atas solusi yang menguntungkan bagi kesehatan lingkungan dan kesehatan ekonomi usaha kecil.

Jadi, sebuah kebijakan publik tentunya harus terhindar dari anggapan “melarang asap tanpa arah, padam pula dapur yang bergantung padanya”

Menurut William N. Dunn (2013), kebijakan publik adalah serangkaian alternatif tindakan yang saling berkaitan dan dirumuskan oleh aktor-aktor yang memiliki kepentingan atau kewenangan dalam pemerintahan, seperti pejabat publik, lembaga negara, dan kelompok masyarakat.

Bagi Dunn (2013) kebijakan publik bukan sekadar keputusan tunggal, melainkan bagian dari sistem yang melibatkan tiga elemen utama yaitu Public Policy (Kebijakan Publik), Policy Stakeholders (Pelaku Kebijakan), dan Policy Environment (Lingkungan Kebijakan). Tiga elemen tersebut bisa menjadi kerangka dalam melihat posisi Raperda KTR DKI Jakarta untuk kepentingan seluruh kalangan masyarakat luas.

KEBIJAKAN PUBLIK YANG BAIK DATANG DARI PEMAHAMAN UTUH, BUKAN DARI SATU SISI

Kebijakan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok/KTR Bisa Jadi Sebuah Pemaksaan Kepentingan Sepihak.

Dunn (2013) menjelaskan bahwa kebijakan publik juga tidak lepas dari pertimbangan pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan. Semua stakeholders perlu menjadi fokus dari pembuat kebijakan (policy makers).

Pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan bagaimana pelaksana kebijakan (implementers) tidak bias dalam menafsirkan Perda KTR yang dibuat. Perda KTR tidak boleh bias dengan pasal yang mendetail sehingga tidak memicu resistensi dari masyarakat.

Perda KTR juga harus memudahkan pelaksana agar tidak menjalankan larangan menyeluruh di ruang publik, terutama jika tidak disertai edukasi dan ruang kompromi seperti zona merokok.

Selain itu overregulasi yang berpotensi menciptakan konflik antara aparat dan warga, serta memperbesar biaya pengawasan juga harus menjadi fokus sebelum Perda ini disahkan.
Pembuat kebijakan juga wajib mempertimbangkan kelompok sasaran (target groups) yang nantinya menjalankan dan menerima dampak dari kebijakan tersebut terutama masyarakat perokok dan pedagang kecil.

Pembuat kebijakan tidak boleh hanya berfokus pada pertimbangan dasar Raperda KTR untuk menciptakan udara bersih dan sehat di ruang publik tanpa mempertimbangkan hak-hak masyarakat lainnya khususnya para pedagang kecil yang pastinya terdampak langsung Perda yang terkesan dipaksakan.

“DI MANA BUMI DIPIJAK, DI SITU LANGIT DIJUNJUNG”

Melindungi Masyarakat Ekonomi Pedagang Kecil, Menjaga Stabilitas Ekonomi Masyarakat DKI Jakarta

Kebijakan Perda KTR yang sedang disusun perlu menjaga keseimbangan antara perlindungan kesehatan masyarakat dan keberlanjutan ekonomi lokal, khususnya bagi pelaku usaha kecil dan sektor informal.

Beberapa kebijakan RaPerda KTR yang mengganggu stabilitas ekonomi UMKM, ada beberapa point yang menuliskan :

• Larangan menjual Rokok berlaku dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan Tempat Anak Bermain.

• Larangan menjual dan membeli Rokok dikecualikan untuk Tempat Umum yang memiliki izin untuk menjual Rokok.

• Tempat umum seperti pasar modern, pasar tradisional. restoran atau rumah makan masuk sebagai Kawasan Tanpa Rokok

Faktor ekonomi tentu sangat terdampak ketika Raperda KTR ini disahkan, sekitar 1,1 juta pedagang kecil, warung kelontong, asongan, PKL, dan UMKM lainnya akan mendapat kerugian langsung dengan adanya butir pasal 17 pada Raperda KTR yang mengatur pelarangan menjual rokok. Selain itu, sektor informal seperti warung, kafe, dan tempat hiburan bisa mengalami penurunan pendapatan jika pelanggan perokok merasa tidak nyaman.

Pada konteks ini. Raperda KTR seharusnya tidak boleh mengatur pelarangan menjual rokok, melainkan harus memfokuskan pada aturan penciptaan kawasan tertentu tanpa asap rokok.

Kemudian dari faktor sosial, adanya pasal pelarangan penjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta kewajiban pengelola yang tidak melakukan pengawasan internal, pembiaran merokok dan tidak memasang tanda larangan merokok di KTR dapat dikenai denda Rp 50 juta bisa menimbulkan masalah sosial baru.

Kekhawatiran atas konflik pengawas/pelaksana dengan masyarakat sangat besar, ditambah adanya potensi pungutan liar atas denda yang ditetapkan bisa menjadi efek negatif lanjutan dari Perda KTR yang “dipaksakan”.

Selain itu, jika Perda ini disahkan dalam waktu dekat, implementasi dilapangan akan berpotensi menimbulkan masalah, salah satunya banyak kebijakan KTR yang gagal karena tidak menyediakan ruang merokok yang layak dan terpisah, sehingga perokok tetap merokok sembarangan. Tanpa zona transisi, pelaksana di lapangan bisa saja menjalankan pelarangan total yang bisa kontraproduktif terhadap kelompok masyarakat perokok dan pedagang.

Jadi bisa dikatakan, jalan panjang harus ditempuh jika pada akhirnya harus melahirkan kebijakan yang mengatur bagaimana masyarakat merokok di tempat umum.

Untuk saat ini Raperda KTR masih jauh dari ideal, jangan sampai pengesahan atas dasar kesehatan masyarakat malah “menghapus” banyak hal positif lainnya seperti perputaran ekonomi masyarakat.

Jangan sampai, hanya karena takut asap yang tidak sehat, kita mematikan api ekonomi masyarakat kecil.

“JANGAN MENGGALI LUBANG SEBELUM SIAP”

Pertimbangkan Kembali Isi Kebijakan Perda KTR DKI Jakarta Agar Memberi Dampak Positif

Bagi Pelaku Ekonomi Menengah Kebawah
Rokok adalah produk legal, maka fokus dalam kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dibuat secara realistis dan kita paham dampak negatif rokok, maka pengaturan bisa dilakukan dengan membatasi penjualan untuk anak di bawah umur atau meletakkan display rokok di belakang kasir.

Menurut Dunn (2013), kebijakan publik adalah hal yang kompleks karena melibatkan banyak dimensi yang saling berinteraksi dan tidak bisa disederhanakan menjadi satu keputusan tunggal. Banyak dimensi yang terkait, aktor yang terlibat serta ketidakpastian serta lingkungan yang selalu dinamis.

Jika dilihat dari permasalahan isu sosial masalah merokok di tempat umum, pro dan kontra tidak pernah lepas dari dampak kesehatan bagi perokok pasif dan hak bagi mereka yang merokok. Walaupun detail pasal yang tengah dibahas belum final, namun masalahnya tentu tidak hanya sebatas pro dan kontra tersebut.

Lebih lanjut, Pemerintah Provinsi melalui
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung menyebut Raperda ini bertujuan untuk membatasi perokok di tempat publik demi kesehatan masyarakat, bukan melarang total merokok di Jakarta.

Namun pernyataan tersebut bisa saja menjadi kontraproduktif karena adanya konteks perluasan definisi kawasan tanpa rokok dalam Raperda KTR yang tidak sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, didalam PP tersebut pada pasal 443 dituliskan bahwa Pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat kerja, tempat umum, wajib menyediakan tempat khusus untuk merokok.

Sehingga bagi tempat umum seperti yang tertulis di Raperda KTR yaitu pasar modern, pasar tradisional, hotel atau tempat penginapan, apartemen/rusun,restoran atau rumah makan, tempat rekreasi atau tempat hiburan, halte, terminal, stasiun, pelabuhan, dan bandar udara, balai pertemuan dan Tempat Umum lainnya, maka solusinya adalah mereka WAJIB menyediakan tempat khusus untuk merokok berupa merupakan ruang terbuka, terpisah dari bangunan utama, jauh dari lalu lalang orang, dan jauh dari pintu keluar masuk, namun didalam RaPerda KTR pada pasal 17 ayat 3 disebutkan bahwa Larangan menjual dan membeli Rokok dikecualikan untuk Tempat Umum yang memiliki izin untuk menjual Rokok.

Begitu juga dengan Larangan menjual Rokok berlaku dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan Tempat Anak Bermain. Kebijakan tersebut sungguh sangat tidak idealis karena sudah cukup dengan pembinaan lingkungan sekolah sehat melalui pembinaan lingkungan fisik dengan memberlakukan Kawasan Tanpa Rokok di sekolah dan tempat anak bermain, dimana Kawasan tanpa rokok merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan menjual, memproduksi, mengiklankan di dalam maupun luar ruang, dan mempromosikan produk tembakau dan rokok elektronik, sehingga kios ataupun warung didekat sekolah ataupun tempat anak bermain bisa diatur dengan tidak melakukan iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau dan rokok elektronik serta menjualnya dibelakang kasir dan dengan meminta identitas pembeli.

Sehingga kebijakan Perda KTR DKI Jakarta saat ini perlu lebih memiliki Relaksasi kebijakan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) adalah penyesuaian aturan KTR yang bertujuan memfasilitasi keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sambil tetap melindungi kesehatan masyarakat, terutama generasi muda. Penyesuaian ini fokus pada penyeimbangan antara perlindungan kesehatan masyarakat dan kebutuhan ekonomi UMKM.

Catatan Kritis Abah AAU : Jelang 5 Oktober Ancaman Kebangkitan Hantu Militerisme dan Ujian Supremasi Sipil Reformasi 98

Catatan Kritis Abah AAU :
Jelang 5 Oktober Ancaman Kebangkitan Hantu Militerisme dan Ujian Supremasi Sipil Reformasi 98

 

*Abah AAU – Direktur Eksekutif Megapolitan Strategis Indonesia,
Aktivis 98, Advokat, dan Praktisi Hukum**

 

 

Setiap 5 Oktober, Indonesia memperingati **Hari Ulang Tahun (HUT) TNI**. Seharusnya, momen ini menjadi refleksi atas profesionalisme Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan negara yang tunduk di bawah kendali sipil, sebagaimana amanat Reformasi 1998.

Namun, menjelang peringatan tahun ini, publik kembali terusik oleh bayangan “hantu militerisme”—sebuah ancaman yang berpotensi merusak komitmen **supremasi sipil**, anak kandung sah Reformasi.

Sebagai mantan **Aktivis 98**, saya ingin mengingatkan kawan-kawan seperjuangan: jangan biarkan nilai luhur Reformasi terkubur. Jangan sampai demokrasi hari ini kembali dirusak oleh praktik militerisme yang dulu sudah kita tolak bersama.

Supremasi Sipil, Pilar Reformasi yang Terancam
Supremasi sipil adalah prinsip fundamental demokrasi: kekuasaan tertinggi ada di tangan warga sipil yang dipilih secara demokratis, sementara militer tunduk pada kebijakan sipil.

Prinsip ini lahir dari semangat menghapus **Dwifungsi ABRI** di masa Orde Baru, di mana militer terlibat dalam politik dan sosial. Meski secara formal Dwifungsi dihapus, residu dan upaya merekayasa peran militer di ranah sipil masih terus bermunculan.

Inilah bentuk baru militerisme pasca-Reformasi: tidak lagi melalui kudeta terbuka, melainkan masuk secara halus dan terlembaga.

Erosi Batas Sipil-Militer: Tiga Indikasi Utama

1. **Penempatan Perwira Aktif di Jabatan Sipil**
Perwira aktif TNI masih banyak ditempatkan di kementerian, lembaga, hingga BUMN. Dalihnya adalah profesionalisme dan kelebihan personel.

Namun dampaknya:

* Melemahkan birokrasi sipil yang seharusnya dikembangkan.

* Menciptakan kontrol sipil yang subjektif, berbasis politik, bukan profesionalisme.

2. **Revisi Undang-Undang TNI**

Revisi sejumlah aturan justru membuka kembali peluang keterlibatan militer di ranah sipil. Jika tidak diimbangi kontrol sipil yang kuat, ini langkah mundur dari semangat Reformasi.

 

3. **Keterlibatan dalam Urusan Non-Tradisional**
Dari bencana, proyek strategis nasional, hingga keamanan sipil—TNI sering dilibatkan di luar fungsi pertahanan. Ini berisiko:

* Mengaburkan peran TNI dan Polri.

* Memiliterisasi respons sipil terhadap masalah sosial.

Prabowo Subianto dan Paradoks Supremasi Sipil

Posisi **Prabowo Subianto** sebagai Presiden sekaligus Panglima Tertinggi TNI-Polri menghadirkan paradoks.

* **Potensi positif:**

Latar belakang militer bisa membuatnya lebih kredibel menegakkan profesionalisme TNI.

* **Risiko negatif:** Bisa melahirkan “militerisme subjektif” jika jabatan sipil diisi rekan-rekan purnawirawan atau perwira aktif.

 

Sebagai mantan prajurit yang diberhentikan pasca-1998, Prabowo memiliki dua pilihan: menjadi penguat profesionalisme TNI sesuai semangat Reformasi, atau justru membuka jalan bagi kembalinya dominasi militer di ranah sipil.

### Reformasi TNI dan Polri: Dua Sisi Mata Uang
Reformasi TNI dan Polri sama-sama penting, tapi punya titik rawan berbeda:

* **TNI:** ancaman utamanya adalah bangkitnya kembali militerisme institusional yang menggerus supremasi sipil.

* **Polri:** tantangan terbesarnya ada pada akuntabilitas, kultur kekerasan, dan pelanggaran HAM.

 

| Reformasi TNI – Pencapaian | Waspada Kemunduran |
| —————————— | —————————————- |
| Pemisahan TNI–Polri | Revisi UU yang memperluas ranah sipil |
| Penghapusan Fraksi ABRI di DPR | Pelibatan TNI berlebihan di urusan sipil |
| Doktrin netralitas politik | Peradilan militer masih tertutup |

| Reformasi Polri – Pencapaian | Waspada Kemunduran |
| ———————————— | ————————————– |
| Menjadi institusi sipil | Kultur kekerasan & impunitas |
| Peningkatan kualitas penegakan hukum | Lemahnya pengawasan internal-eksternal |
| Filosofi melayani masyarakat | Praktik bisnis & KKN dalam tubuh Polri |

Menjaga Warisan Reformasi

HUT TNI seharusnya menjadi momen penegasan: TNI profesional, netral, dan tunduk pada kontrol sipil.
Jika **hantu militerisme** kembali diberi ruang, maka cita-cita Reformasi 98 bisa hancur. Tugas masyarakat sipil, akademisi, media, hingga elite politik adalah menjaga agar supremasi sipil tetap kokoh, sementara TNI dan Polri berfungsi sesuai mandat konstitusi.

Inilah tantangan terbesar bangsa: menyeimbangkan kebutuhan stabilitas nasional tanpa mengorbankan demokrasi dan hak sipil rakyat.***

STRATEGI PANGLIMA PERANG EKONOMI MENUJU PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 8 %

STRATEGI PANGLIMA PERANG EKONOMI MENUJU
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 8 %

 

 

Oleh: Hotman Auditua S,S.E.,M.E.,BKP Pemerhati Kebijakan Fiskal

 

 

 

 

Sikap berani seorang Purbaya di awal mengemban tugasnya sebagai Menteri Keuangan, beliau mengatakan dengan optimistis mampu membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tembus 8 persen dalam waktu dua atau tiga tahun ke depan. Lalu selang beberapa hari panglima perang Purbaya dengan berani mengambil tindakan kebijakan penempatan dana Rp200 triliun ke lima bank nasional.

Melihat dari pengalaman beliau di dunia perekonomian sudah bisa dibilang kuat, ditambah dengan karakter beliau yang dikenal “koboi”. Tetapi dari sudut pandang saya, karakter seorang Purbaya itu seperti seorang Panglima Perang  Sun Tzu, Ia adalah seorang jenderal dan ahli strategi militer yang aktif melayani Raja Helü dari Wu mulai sekitar tahun 512 SM selama abad keenam SM.

Mari kita tilik Strategi seorang Panglima Sun Tzu yang di implementasikan didalam kebijakan Purbaya, :

1. Bangun Strategi Anda

“ The victorious warrior will win first, then fight, while the defeated warrior will fight first, then try to win.” / “Prajurit yang menang akan menang terlebih dahulu, baru kemudian berperang, sedangkan prajurit yang kalah akan berperang terlebih dahulu, baru kemudian berusaha untuk menang.” – Sun Tzu, The Art of War

Dimana maksudnya adalah Sun Tzu senantiasa menekankan bahwa aksi militer adalah tindakan mahal yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat. Oleh karena itu, perang harus cepat, efisien, dan lincah. Memperpanjang perang tidak manusiawi bagi rakyat.

Persamaannya dengan sikap optimis seorang Purbaya adalah bahwa tidak perlu waktu lama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang dalam waktu 2-3 tahun dia mampu membuat pertumbuhan perekonomian Indonesia mencapai 8 persen dengan 2 kebijakan yang dinilai banyak ekonom suatu tindakan seperti “pedang bermata dua”.

Analisa strategi Purbaya dengan filosofi panglima Sun Tzu menunjukkan penerapan prinsip-prinsip seperti perencanaan matang, memahami kekuatan dan kelemahan musuh (dan diri sendiri), menghindari konflik berkepanjangan, fleksibilitas dan adaptasi  terhadap situasi, serta memanfaatkan faktor eksternal seperti medan dan cuaca untuk meraih kemenangan dengan efisien.

2. Jadilah Pemimpin Yang Baik

Panglima Sun Tzu mengatakan : “The general who wins a battle makes many calculations in his temple before the battle begins. The general who loses makes only a few calculations beforehand.” / “Jenderal yang memenangkan pertempuran membuat banyak perhitungan di pelipisnya sebelum pertempuran dimulai. Jenderal yang kalah hanya membuat sedikit perhitungan sebelumnya.”

Yang maksud oleh beliau dalah bahwa Seorang jenderal yang sukses menginvestasikan waktu dan upaya yang signifikan dalam perencanaan dan mempertimbangkan berbagai faktor dan skenario sebelum terlibat dalam pertempuran. Persiapan ini mencakup evaluasi kekuatan dan kelemahan musuh, medan, sumber daya yang tersedia, dan kemungkinan taktik

Dilihat dari filosofi Sun Tzu, kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyuntikkan dana Rp200 triliun ke perbankan dapat dianalisis sebagai manuver strategis untuk memenangkan “perang ekonomi”. Sun Tzu mengajarkan bahwa kemenangan terbaik adalah mengalahkan musuh tanpa bertempur. Dalam konteks ekonomi, ini berarti menghidupkan kembali pasar dan mendorong pertumbuhan tanpa harus melalui krisis yang meluas. Serta seorang Purbaya dalam menjalankan kebijakannya tersebut harus mampu memprediksi harapan dan respon dari publik atas kebijakan yang dia buat.

3. Manfaatkan Kesempatan

“Know thyself and you will win all battles.”/”Kenali dirimu sendiri dan kamu akan memenangkan semua pertempuran.” – Sun Tzu, The Art of War

Filosofi tersebut hidup dari segi kebijakan seorang purbaya yang langsung menuai banyak pro dan kontra yaitu melalui anggaran Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA), yang totalnya sekitar Rp 425 triliun yang berada di rekening BI, kemudian menarik Rp 200 triliun dan mengembalikannya ke sistem perekonomian ke perbankan yaitu BNI,BRI,Mandiri, BTN dan BSI yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan nomor 276 tahun 2025 tentang Penempatan Uang Negara Dalam Rangka Pengelolaan Kelebihan Dan Kekurangan Kas Untuk Mendukung Pelaksanaan Program Pemerintah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi.

MAMPUKAH SEORANG PURBAYA “PANGLIMA PERANG EKONOMI” MENGHILANGKAN BAYANG-BAYANG SEORANG SRI MULYANI DI KANCAH PEREKONOMIAN
Cahaya yang lebih terang akan menghilangkan bayangan

Jawabannya yang OPTIMIS DAN PASTI sesuai karakter seorang Purbaya adalah Kepemimpinan Purbaya sangat beda dengan Sri Mulyani, ibaratnya kata pepatah “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”, maksudnya pepatah ini mengandung makna bahwa setiap tempat memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda. Dalam konteks ini, Purbaya memiliki gaya kepemimpinan dan pendekatan kebijakan yang berbeda dari Sri Mulyani, dan ia tidak bisa diharapkan untuk menjadi tiruan dari pendahulunya.

Pola pikir beliau seperti Panglima Perang Sun Tzu yang memiliki Strategi Perang Ekonomi yang BIJAK dan TAKTIK .

Berikut adalah analisis kebijakan Rp200 T Purbaya dari kacamata filosofi Sun Tzu:

1. Menang tanpa bertempur (“Win without fighting”)

Sun Tzu menekankan bahwa keunggulan tertinggi adalah menaklukkan musuh tanpa pertempuran.

Aplikasi: Kebijakan Purbaya bukan serangan langsung, melainkan injeksi dana yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi secara internal. Dengan meningkatkan likuiditas perbankan, pemerintah menggerakkan sektor riil dan mendorong mekanisme pasar, alih-alih melakukan intervensi pasar yang lebih drastis atau konfrontatif.

2. Memanfaatkan momentum dan kondisi (“The winning warrior wins first and then goes to war”)

Sun Tzu mengajarkan bahwa seorang pejuang yang bijak akan memastikan kemenangannya terlebih dahulu sebelum melancarkan serangan.

Aplikasi: Purbaya menggunakan dana menganggur pemerintah dari Bank Indonesia (BI) untuk memperkuat likuiditas perbankan. Ini adalah langkah antisipatif untuk menciptakan kondisi yang optimal (likuiditas kuat) sebelum melancarkan “serangan” pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit. Kebijakan ini memastikan bank memiliki cukup “amunisi” untuk berperang di pasar kredit.

3. Menghindari kekuatan musuh dan menyerang kelemahannya (“Avoid strength and attack weakness”)

Sun Tzu menyarankan untuk tidak menyerang kekuatan lawan secara frontal, melainkan mencari dan memanfaatkan kelemahannya.

Aplikasi: Kebijakan ini menghindari kelemahan utama ekonomi, yaitu lemahnya permintaan kredit, dengan menciptakan insentif kuat bagi perbankan. Bank didorong untuk menyalurkan kredit ke sektor riil karena dana tersebut memiliki biaya (suku bunga), sehingga menganggurkan dana itu akan merugikan bank. Ini adalah cara tidak langsung untuk mengatasi keengganan bank menyalurkan kredit tanpa intervensi langsung yang lebih keras.

4. Strategi dengan taktik yang jelas (“Strategy without tactics is the slowest route to victory. Tactics without strategy is the noise before defeat”)

Sun Tzu menegaskan bahwa strategi harus didukung oleh taktik yang solid, dengan Menempatkan dana pemerintah sebesar Rp200 T di bank-bank BUMN terpilih dengan ketentuan yang jelas. Taktik ini mencakup syarat bahwa dana tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) dan bank harus melaporkan penggunaan dana secara berkala.

Aplikasi:Strategi: Mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tantangan global dan perlambatan kredit.

5. Menguasai medan dan menciptakan aliansi (“Control points to shape your opponent”)

Sun Tzu mengajarkan pentingnya menguasai medan pertempuran dan membentuk aliansi strategis.

Aplikasi: Kebijakan Purbaya adalah manuver untuk mengontrol “medan pertempuran ekonomi” dengan membanjiri pasar dengan likuiditas. Selain itu, dengan menempatkan dana di bank-bank milik negara (Himbara), pemerintah membangun aliansi strategis untuk memastikan eksekusi kebijakan yang terkoordinasi dan terarah.

Bagi negara kita, kebijakan penyaluran dana Rp200 triliun ke lima bank Himbara dan syariah bisa memberi harapan besar bagi ekonomi Indonesia dari segala aspek berikut:

1. Harapan Besar Penguatan Sektor Riil dan Padat Karya

Dana ini diharapkan mengalir ke sektor-sektor produktif seperti pertanian, manufaktur, dan UMKM. Selain itu, fokus pada sektor padat karya dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.

2. Akselerasi Fungsi Intermediasi Perbankan

Dana segar yang disalurkan dapat mendorong bank untuk lebih aktif menyalurkan kredit ke sektor prioritas pemerintah. Memperkuat peran bank sebagai agen pembangunan, sejalan dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo.

3. Memperkuat Stabilisasi Sistem Keuangan

Injeksi likuiditas ini dapat menurunkan rasio loan-to-deposit (LDR), memperkuat ketahanan bank terhadap tekanan pasar. Menjaga transmisi kebijakan moneter agar lebih efektif dan responsif terhadap dinamika ekonomi.

4. Penurunan Biaya Dana (Cost of Fund)

Penempatan dana SAL dengan bunga lebih rendah dari deposito memberi ruang bagi bank untuk menurunkan suku bunga kredit. Hasilnya bisa mendorong permintaan pembiayaan dari sektor swasta.

5. Peningkatan Kualitas Kredit dan Akses Pembiayaan

Harapan agar bank tetap selektif dalam menyalurkan kredit untuk menjaga kualitas aset dan menghindari lonjakan NPL (Non-Performing Loan). Perlu pengawasan ketat agar dana tidak terserap ke sektor spekulatif atau berisiko tinggi.

6. Pemanfaatan Dana Publik Secara Progresif

Mengubah dana idle di Bank Indonesia menjadi instrumen fiskal aktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Langkah ini menunjukkan sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal secara lebih dinamis.

Namun tentunya kita berharap, dampak negatif yang mengintai pada setiap kebijakan yang tidak diimplementasikan dengan baik terjadi pada kebijakan ini. Kita semua berharap tidak terjadi gelembung aset, utang daerah yang membengkak, dan distorsi pasar properti seperti di Tiongkok. Tidak terjadi inefisiensi, korupsi, dan kredit macet, terutama karena penyaluran tidak berbasis kelayakan bisnis seperti di Brasil. Kita berharap bahwa penunjukan Purbaya dan kebijakan Rp200 triliun adalah momen krusial bagi arah ekonomi Indonesia. Ini bukan sekadar pergantian figur, tapi ujian terhadap pendekatan fiskal yang lebih berani dan terdesentralisasi. Keberhasilan atau kegagalan kebijakan ini akan menjadi penentu reputasi fiskal Indonesia di mata dunia.

Seperti yang disampaikan Purbaya “Ada periode yang panjang (ekonomi), tumbuhnya double digit. 8% kelihatannya optimis, terlalu optimis. Tapi kalau didesain dengan baik, masih bisa”. Tidak salah ada yang menyebutnya “koboi fiskal” cepat, langsung, dan besar, tetapi sepertinya Indonesia sudah lama membutuhkan sosok ini agar Indonesia bisa melaju kencang mengendarai “kuda” ekonominya yang kuat. Sama seperti Pak Prabowo Presiden Republik Indonesia yang menyukai Kuda.

Stunting: Pengertian, Gejala, Penyebab, Dampak, Pengobatan dan Pencegahan, Kondisi di Indonesia

Stunting: Pengertian, Gejala, Penyebab, Dampak, Pengobatan dan Pencegahan, Kondisi di Indonesia

 

Oleh: Amistan Purba

 

1. Arti Stunting

Mengutip dari Buletin Stunting yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, stunting adalah kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi badan anak kurang jika dibandingkan dengan umurnya. Sederhananya, stunting adalah kondisi ketika anak mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek dibandingkan dengan teman-teman seusianya.

2. Gejala Stunting

Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, seorang anak dapat dikatakan stunting ketika sudah melakukan pengukuran panjang/tinggi badan, kemudian dibandingkan dengan standar baku pengukuran tinggi badan menurut usia dari WHO, dan hasil pengukuran berada di bawah standar.

Beberapa gejala stunting, di antaranya:
– Memiliki tubuh yang lebih pendek dari anak seusianya
– Berat badan tidak naik, bahkan cenderung menurun
– Mengalami perkembangan yang terlambat sesuai anak seusianya
– Anak menjadi lebih rentan terserang berbagai penyakit infeksi
– Memiliki gangguan kecerdasan di kemudian hari

Kita dapat mengetahui apakah tinggi anak normal atau tidak dengan memeriksakan kondisi anak secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat seperti dokter, bidan, posyandu, maupun puskesmas. Kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.

3. Penyebab Stunting

Stunting tidak terjadi secara tiba-tiba. Penyebab utama stunting yaitu kekurangan nutrisi. Masalah kesehatan ini merupakan akibat dari berbagai faktor yang terjadi pada masa lalu. Berbagai faktor tersebut antara lain: asupan gizi yang buruk, kondisi sosioekonomi keluarga, ibu dengan tingkat pendidikan yang rendah, cara pemberian makan yang salah (inappropriate feeding practice), berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi lahir prematur, serta berat badan lahir rendah. Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi setelah ia lahir saja, melainkan bisa dimulai sejak ia masih di dalam kandungan.

Anak masuk ke dalam kategori stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan angka di bawah minus dua Standar Deviasi (-2 SD) atau di bawah Z-score minus dua (Z-Score -2). Penilaian status gizi dengan Standar Deviasi tersebut biasanya menggunakan Grafik Pertumbuhan Anak (GPA) dari WHO. Tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal merupakan akibat kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama. Hal tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak terhambat sehingga mengakibatkan dirinya tergolong stunting. Kondisi stunted bisa disebabkan oleh faktor genetik dan keluarga, misalnya apabila kedua orangtua juga berperawakan pendek. Selain panjang/tinggi badan, pengukuran berat badan juga penting untuk menentukan perawakan pendek diakibatkan karena masalah gizi atau tidak. Sehingga, stunting tidak dapat dilihat hanya berdasarkan perasaan atau kira-kira tanpa adanya pengukuran yang pasti.

4. Dampak Stunting

Stunting sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis di masa awal kehidupan anak. Risiko dari dampak stunting sendiri terbilang wajib diwaspadai karena mempengaruhi tumbuh kembang anak secara langsung, kini atau dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, gangguan pertumbuhan fisik, gangguan perkembangan motorik pada bayi. Sedangkan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan membuat anak lebih rentan terhadap penyakit tidak menular saat dewasa nanti. Penyakit tidak menular tersebut antara lain obesitas, penyakit jantung, dan hipertensi.

Presiden Jokowi mengatakan, dampak stunting ini bukan hanya urusan tinggi badan, tetapi yang paling berbahaya adalah nanti rendah kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan yang ketiga munculnya penyakit-penyakit kronis yang gampang masuk ke tubuh anak (disampaikan pada Rakernas Banggakencana dan Percepatan Penurunan Stunting 2023 di Auditorium BKKN pada Rabu 25 Januari 2023).

Catatan Bank Dunia (2016) menyatakan bahwa dalam jangka panjang stunting dapat menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2-3% dari produk domestik bruto (PDB) per tahun, ini dampak stunting bagi negara.

5. Pengobatan Stunting

Penanganan stunting dapat melalui pengobatan (penyakit penyebabnya), perbaikan nutrisi, pemberian suplemen, serta penerapan pola hidup bersih dan sehat. Berikut adalah tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter:
– Mengobati penyakit yang mendasarinya, misalnya memberikan obat-obatan antituberkulosis bila anak menderita TBC
– Memberikan nutrisi tambahan, berupa makanan yang kaya protein hewani, lemak, dan kalori
– Memberikan suplemen, berupa vitamin A, zinc, zat besi, kalsium, dan yodium
– Menyarankan keluarga untuk memperbaiki sanitasi dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, guna mencapai keluarga yang sehat.

6. Pencegahan Stunting

Stunting bisa dicegah dengan menghindarifdq faktor-faktor yang dapat meningkatkan risikonya. Upaya yang bisa dilakukan antara lain:
– Memenuhi asupan gizi yang cukup sebelum merencanakan kehamilan dan selama kehamilan
– Mencukupi asupan gizi, terutama selama 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu sejak pembuahan sel telur hingga anak berusia 2 tahun
– Memberikan ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan
– Memastikan anak mendapatkan imunisasi lengkap

Selain itu beberapa cara mencegah stunting:

Untuk Anak dan Remaja
– Membiasakan anak untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat, tidak merokok, dan tidak memakai narkoba
– Memberikan pola gizi yang seimbang
– Melakukan imunisasi lanjutan saat usia sekolah
– Mengajarkan anak mengenai kesehatan reproduksi

Untuk Dewasa Muda
– Melakukan deteksi dini terkait penyakit menular dan tidak menular
– Bagi yang sudah berkeluarga, mempersiapkan kehamilan secara terencana (KB)

7. Kondisi Stunting di Indonesia

Kasus stunting di Indonesia merupakan masalah yang tidak hanya disebabkan oleh masalah gizi semata, namun juga mencerminkan tingkat sosioekonomi suatu negara. Pada daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi akibat ketidakmampuan orang tua memenuhi kebutuhan primer rumah tangga.

Berdasarkan data WHO, suatu negara dikatakan mengalami masalah stunting bila jumlah kasusnya berada di atas 20%. Sementara itu, berdasarkan data tahun 2014 kasus stunting di Indonesia sebanyak 37%, tahun 2018 sebanyak 30,8%. Kasus stunting terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia dan di seluruh kelompok sosial ekonomi. Tahun 2019 tercatat jumlah stunting masih 27,7%. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan stunting menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional.

Presiden Jokowi menargetkan penurunan stunting tahun 2024 menjadi 14%. Percepatan penurunan stunting di Indonesia, tingkat pusat melibatkan Kementerian/Lembaga (salah satunya Kemensos). Pencegahan Stunting melalui program nasional Kementerian Sosial dapat dilakukan melalui program perlindungan sosial yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan sembako dengan fokus program yaitu memastikan ketersediaan pangan yang bergizi bagi rumah tangga Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan pemberiaan bantuan biaya untuk pemeriksaan kesehatan rutin bagi ibu hamil.

Program Bantuan Pangan Sembako dapat dilakukan peningkatan akses pangan bergizi, peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi. Untuk program PKH mendorong KPM memiliki akses dan memanfaatkan pelayanan sosial dasar kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi. Kemudian juga dapat memfungsikan Fungsional Penyuluh Sosial dan Penyuluh Sosial Masyarakat merupakan pilar/ SDM dari Kementerian Sosial RI yang berperan dalam meminimalisir Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera (PPKS) serta permasalahan program nasional salah satunya stunting melalui Komunikasi, Informasi, Motivasi dan Edukasi (KIME).

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4% atau 5,33 juta balita. Prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, sedangkan tahun 2022 mencapai 21,6%. Penurunan stunting bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat dan kualitas sumber daya manusia.

Dalam Rakernas Banggakencana dan Percepatan Penurunan Stunting 2023 di Auditorium BKKN pada Rabu 25 Januari 2023, Presiden Jokowi mengatakan, stunting masih menjadi masalah besar yang harus segera diselesaikan di Tanah Air. Apalagi stunting dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia sebuah negara, bukan hanya berdampak kepada kondisi fisik anak, melainkan juga kesehatan hingga kemampuan berpikir anak. Untuk itu, Presiden meminta agar setiap daerah memiliki data yang akurat dan rinci sehingga mempermudah para penyuluh untuk mengawasi dan memberikan perawatan kepada anak yang mengalami stunting. Selain itu pihak swasta juga diharapkan dapat dilibatkan dalam upaya penurunan stunting di Indonesia.

Presiden Jokowi meyakini target stunting 2024 sebesar 14% dapat dicapai jika semua pihak bekerja sama dalam mempercepat penurunan angka stunting di Indonesia. Dengan kekuatan kita bersama, semuanya bergerak, angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai, asal semuanya bekerja bersama-sama.

Penulis:
Amistan Purba, S.Si (Teol.), SE, MM.
Akademisi Agama Kristen & Ilmu Ekonomi
STIE Dharma Bumi Putera, Jakarta

PAUS MENCUCI KAKI RAKYAT INDONESIA

PAUS MENCUCI KAKI RAKYAT INDONESIA

 

Pendahuluan.

 

Paus adalah gelar uskup Roma dan pemimpin Gereja Katolik Roma di seluruh dunia. Paus memiliki kekuasaan yurisdiksi tertinggi atas Gereja Katolik dalam hal iman dan moral, serta dalam disiplin dan pemerintahan gereja. Paus juga merupakan kepala negara Negara Kota Vatikan, sebuah negara berdaulat yang seluruh wilayahnya berada di dalam Kota Roma, Italia. Paus memiliki tanggung jawab besar dalam mengajar (magistarium) dan menjaga ajaran-ajaran iman Katolik, serta memimpin komunitas umat Katolik yang tersebar di seluruh dunia. Paus juga dianggap sebagai simbol persatuan dan otoritas dalam Gereja Katolik. Paus memiliki peran sebagai pemimpin tertinggi dan penjaga ajaran iman, karena ia dianggap sebagai penerus Santo Petrus. Paus juga memiliki misi khusus sebagai penjaga moral dunia. Paus disebut dengan sebutan Paus (dari bahasa Yunani pappas, atau bahasa Italia papa, panggilan akrab seorang anak kecil terhadap ayahnya) karena otoritasnya yang superior dan karena dilaksanakan dengan cara yang paternal, mengikuti teladan Yesus Kristus.

Pemahaman.

“Yesus membasuh kaki muridnya – Jesus washed his disciples’ feet.” Paus meneladani Yesus Kristus Tuhan Rakyat Indonesia adalah Umat TUHAN. Paus sebagai Imam tertinggi umat Katolik memiliki tanggungjawab besar untuk melayani umat manusia tak terkecuali rakyat Indonesia sebagai bagian dari umat Tuhan.

“Paus Fransiskus Basuh dan Cium Kaki Imigran Muslim” Paus mencuci kaki rakyat Indonesia yang dicerminkan oleh lukisan menggambarkan semangat seorang hamba yang melayani Tuhan melayani manusia sebagai bagian dari umat manusia sebagai ciptaan Tuhan. Maksud Tuhan Yesus membasuh kaki murid murid-nya menegaskan bahwa pembasuhan kaki menunjukkan tindakan nyata tentang penyucian. Dengan demikian pembasuhan kaki adalah teladan yang hendak menekankan sikap hati yang mau dengan kerelaan dan dengan rendah hati mau melayani orang lain sebagai hamba Tuhan.

Kesaksian kitab Injil Yohanes 13: 1-17, Ketika Yesus mengetahui saat-Nya telah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa, maka Ia menunjukkan kasih-Nya kepada para murid dengan membasuh kaki mereka. Bisa kita katakan ini adalah pelayanan Yesus di saat-saat terakhir di muka bumi, dan Ia memberi keteladanan kepada para murid-Nya dengan cara rela melakukan pekerjaan seorang pelayan/budak/hamba. Dengan rendah hati Yesus mengambil sehelai kain linen, mengikatkan pada pinggang-Nya, kemudian membasuh kaki para murid-Nya, serta menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya.

Tujuan Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya yaitu supaya mereka mendapat bagian dalam Yesus. Hal ini dijelaskan dengan kalimat negatif, “… Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” (8b). Lebih lanjut Yesus mengatakan pada ayat 10, “… Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. …”. Kata mandi di sini melambangkan baptisan kelahiran kembali (bnd. Yoh. 3:5; Tit. 3:5).

Bagian ini mendorong kita untuk meneladani Yesus. Tuhan Yesus sudah merendahkan diri kepada murid-murid-Nya, maka demikian pula kita harus saling rendah hati satu sama lain. Selain itu, milikilah juga hati yang taat dan takut akan Allah. Bandingkan apalah artinya menjadi murid Yesus, tetapi tidak pernah memiliki hati yang taat dan takut akan Allah, bahkan mengkhianati Yesus sebagaimana dilakukan Yudas. Bersyukur karena kita adalah orang-orang yang telah mandi, yaitu telah ditebus menjadi milik Kristus, menjadi ahli waris Kerajaan Sorga. Karena itu marilah kita bertekad mengikuti keteladanan Kristus. Mengevaluasi diri apakah masih ada kesombongan dan ketidaktaatan yang menguasai hati dan diri kita dalam menjalani hidup ini? Roh Kudus menolong setiap pribadi kita.

Dalam Alkitab, Yesus membasuh kaki murid-muridnya setelah perjamuan Paskah untuk mengajari mereka tentang saling melayani dan mengasihi. Pembasuhan kaki ini memiliki beberapa makna, antara lain: Teladan kerendahan hati, Yesus ingin menunjukkan bagaimana seharusnya melayani dengan kerendahan hati, bukan dengan mengejar kedudukan. Misi utama Yesus, Pembasuhan kaki menggambarkan misi utama Yesus, yaitu melayani umat manusia melalui kematian-Nya yang rendah hati di kayu salib. Penyucian, Pembasuhan kaki menunjukkan tindakan nyata tentang penyucian. Pembersihan hati, Upacara pembasuhan kaki diartikan sebagai simbol bahwa umat membersihkan hati dari segala yang jahat. Pembasuhan kaki juga dapat mendorong orang untuk mengupayakan kebahagiaan melalui melayani dan mengasihi sesama

“Pentingnya Yesus membasuh kaki para pengikutnya”

Selama Perjamuan Kudus di Yohanes 13 dinyatakan Yesus bangkit dari meja dan membasuh kaki murid-murid-Nya. Penting untuk menyadari sejauh mana apa yang terjadi pada saat ini: Tuhan sendiri dengan sukarela menempatkan diri-Nya dalam posisi kerendahan hati dan perbudakan yang ekstrem. Meskipun Dia adalah Tuhan mereka, Yesus mengambil tindakan yang rendah hati ini untuk menunjukkan dua poin utama. Pertama, tindakan membasuh kaki berfungsi sebagai gambaran misi utama Yesus: untuk melayani umat manusia melalui kematian-Nya yang rendah hati di kayu salib, kematian yang menyucikan kita dari segala dosa. Kedua, Yesus menginginkan demonstrasi kerendahan hati-Nya untuk menjadi contoh bagi murid-murid-Nya (dan siapa pun yang membaca bagian itu). Sama seperti Yesus, orang Kristen dipanggil untuk melayani orang-orang di sekitar kita dengan kerendahan hati, terutama jika seseorang memegang posisi kepemimpinan Kristen. Tindakan membasuh kaki berfungsi sebagai gambaran misi utama Yesus: si tukang Kayu melayani umat manusia melalui kematian-Nya yang rendah hati di kayu salib, kematian di Kayu Salib yang menyucikan kita dari segala dosa.

Arti membasuh kaki dalam budaya Yahudi, membasuh kaki dapat dilakukan karena sejumlah alasan. Hal itu sering kali dilakukan hanya demi kebersihan. Pada saat itu, orang-orang biasanya memakai sandal dan akibatnya, kaki sering kali menjadi bagian tubuh yang paling kotor. Lebih jauh lagi, membasuh kaki memiliki fungsi dalam situasi sosial dan keramah-tamahan, seperti mengunjungi atau menjamu orang lain. Selain itu, Perjanjian Lama memberikan contoh-contoh kejadian di mana membasuh kaki memiliki arti penting dalam upacara atau pelayanan keagamaan, seperti ketika imam akan menyelesaikan tugasnya di kemah suci (Keluaran 30:17-21). Akan tetapi, dalam keadaan seperti ini, orang tersebut biasanya akan membasuh kakinya sendiri. Mengingat kaki dianggap sebagai bagian tubuh yang kotor, belum lagi sikap rendah hati yang harus diambil seseorang untuk membasuh kaki orang lain, arti penting yang jelas dari membasuh kaki terletak pada kerendahan hatinya. Kerendahan hati ini tercermin dalam pelayanan Yohanes Pembaptis dalam bab pembukaan Injil Yohanes. Berbicara tentang Yesus, Sang Mesias yang akan datang setelahnya, Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa ia tidak layak bahkan untuk melepaskan sandal-Nya (Yohanes 1:27). Maka tidak mengherankan ketika Yesus hendak membasuh kaki murid-murid-Nya, Petrus, dalam keterkejutan dan kebingungan, bereaksi dengan bertanya: “Tuhan, Engkau membasuh kakiku?” (Yohanes 13:6)

Di dunia, otoritas dan kepemimpinan mengambil bentuk memerintah dan mendominasi orang lain. Sebaliknya, otoritas dan kepemimpinan Kerajaan Allah mengharuskan seseorang untuk merendahkan diri dan melayani orang lain.

Dengan membasuh kaki para murid, Yesus membuat pernyataan yang menyentuh tentang tujuan dan misi-Nya di Bumi, dan sikap rendah hati yang Ia ingin para murid-Nya meneladani. Khususnya, pesan tentang kerendahan hati yang radikal dan pelayanan ini bukanlah sebuah insiden yang terisolasi di antara ajaran-ajaran Yesus. Injil Matius menceritakan sebuah dialog antara Yesus dan ibu dari anak-anak Zebedeus. Ia meminta agar Yesus meninggikan kedua putranya sehingga mereka akan duduk di sebelah kiri dan kanan-Nya pada kedatangan Kerajaan-Nya. Merujuk pada penyaliban-Nya yang akan datang, Yesus menjawab dengan bertanya kepada mereka apakah mereka “dapat meminum cawan yang akan Aku minum?” (Mat. 20:28). Ia melanjutkan dengan mencatat perbedaan penting antara otoritas di dunia dan otoritas di Kerajaan Allah:

Tanggapan dan Saran.

Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan keras dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu. Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.

Matius 20:25-28, menyarankan pertemuan ini menyoroti alasan di balik keinginan Yesus untuk membasuh kaki para pengikut-Nya. Di dunia, otoritas dan kepemimpinan mengambil bentuk memerintah dan mendominasi orang lain. Sebaliknya, otoritas dan kepemimpinan Kerajaan mengharuskan seseorang untuk merendahkan diri dan melayani orang lain. Hal ini berlaku bahkan bagi Yesus, Tuhan sendiri yang berinkarnasi, yang bersedia melayani para pengikut-Nya dengan membasuh kaki mereka, bahkan kaki Yudas, yang Yesus tahu akan mengkhianati-Nya. (Yohanes 13:2-3) Sama seperti Yesus (Tuhan Sendiri) yang rela merendahkan diri-Nya dengan menjadi manusia, melayani dengan membasuh kaki para pengikut-Nya, dan mati di kayu salib demi umat manusia, kita sebagai pengikut-Nya harus mengesampingkan ambisi dan keinginan kita yang egois, serta mengupayakan kemanfaatan bagi orang lain.

Perihal penerapannya Seperti Apa Kepemimpinan Kristen. Dengan membasuh kaki para murid, Yesus tidak hanya menyoroti tujuan kedatangan-Nya, tetapi juga berusaha untuk memberikan contoh bagi orang Kristen untuk diikuti. Setelah membasuh kaki mereka, Yesus mengajar mereka, dengan mengatakan: “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib membasuh kaki orang lain; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga melakukan sama seperti yang telah Kulakukan kepadamu.” (Yohanes 13:14-15) Yesus menjelaskan bahwa ini adalah sikap rendah hati yang harus diadopsi oleh mereka yang mengikuti-Nya ketika mereka berinteraksi dengan orang lain di sekitar mereka. Orang Kristen-terutama para pemimpin Kristen-harus mengesampingkan ambisi yang egois dan melayani komunitas mereka. Paulus mencerminkan pemikiran ini dalam suratnya kepada jemaat Filipi, dengan mengimbau mereka untuk hidup dengan rendah hati dengan menggunakan contoh inkarnasi dan kematian Yesus:

Jangan melakukan apa pun karena kepentingan diri sendiri atau kesombongan. Sebaliknya, hendaklah dengan rendah hati menganggap orang lain lebih utama dari dirimu. Jangan hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus. Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, yaitu sampai mati di kayu salib.

Penutup.

Kesaksian Firman Tuhan di kitab Filipi 2:3-8, Sama seperti Yesus (Tuhan Sendiri) yang rela merendahkan diri-Nya dengan menjadi manusia, melayani dengan membasuh kaki para pengikut-Nya, dan mati di kayu salib demi umat manusia, kita sebagai pengikut-Nya perlu mengesampingkan ambisi dan keinginan kita yang egois serta mencari manfaat bagi orang lain “Aji Mumpung”. Panggilan seorang pemimpin Kristen tidak seperti kepemimpinan dunia. Kepemimpinan Kristen adalah kepemimpinan yang melayani. Tantangan bagi rakyat Indonesia nitizen Indonesia setelah dibasuh kakinya harus mampu merendahkan hatinya melayani Tuhan melayani Negara melayani masyarakatnya untuk Indonesia Jaya Indonesia Raya. TUHAN YESUS KRISTUS MEMBERKATI… AMEN.

DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.kompas.com

2. https://news.detik.com/internasional/d-3173408/paus-fransiskus-basuh-dan-cium-kaki-imigran-muslim.

3. https://apps.detik.com/detik/

4. SINDOnews.com pada Sabtu, 20 April 2019

5. https://id.wikipedia.org>wiki>Paus

Jakarta, 20 Agustus 2024.

 

LUSHAK ANDREWS M. BUTAR BUTAR

Rupiah Terpuruk Antara Krisis Kepercayaan dan Fundamental Lemah

Rupiah Terpuruk Antara Krisis Kepercayaan dan Fundamental Lemah

 

*Oleh Jeannie Latumahina*
*Ketua Umum Relawan Perempuan dan Anak (RPA) Partai Perindo*

 

 

Di tahun 2024, bagaikan deja vu yang mengerikan, Rupiah kembali terjerumus dalam tren pelemahan. Trauma krisis moneter di awal Reformasi seolah menghantui, memicu kembali rasa kawatir di berbagai kalangan.

Benarkah krisis kepercayaan menjadi biang keladi utama? Ataukah ada faktor lain yang lebih kompleks? Mari kita telusuri lebih dalam, untuk mencari jawaban di balik misteri pelemahan Rupiah.

*Krisis Kepercayaan dan Dampaknya yang Menggerogoti*

Krisis kepercayaan terhadap kebijakan ekonomi bagaikan bom waktu yang menunggu untuk siap meledak. Investor yang terasa ragu-ragu dalam melihat kebijakan yang tidak kondusif, kurang transparan, atau bahkan inkonsisten, tak segan-segan menarik modal mereka dari Indonesia.

Tentu saja ini jelas bisa memicu capital flight, atau pelarian modal yang akan menggerus nilai tukar Rupiah bagaikan air yang menggerus tebing.

*Luka lama krisis ekonomi 1997-1998 masih membekas*

Ketidakstabilan politik dan kekacauan yang terjadi saat itu telah meruntuhkan kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia, sehingga memicu depresiasi Rupiah yang signifikan. Trauma terhadap krisis ini menjadi pengingat pahit bahwa krisis kepercayaan dapat berakibat fatal bagi stabilitas ekonomi, bagaikan penyakit kronis yang menggerogoti tubuh.

*Beban Berat yang Menghambat Laju Rupiah*

Krisis kepercayaan memang bukan satu-satunya biang keladi. Karena ada juga sisi fundamental ekonomi yang lemah, bagaikan batu rintangan yang menghambat laju Rupiah, menjadi faktor lain yang tak kalah penting.

Sebagaimana diketahui defisit neraca perdagangan dan fiskal kronis, bagaikan benalu yang mengisap nutrisi, menguras cadangan devisa negara. Berakibat Inflasi naik meninggi, bagaikan monster yang melahap daya beli masyarakat, meredam daya beli masyarakat dan menggerus nilai riil Rupiah.

Sedangkan tingkat suku bunga yang tidak kompetitif, bagaikan magnet yang lemah, membuat nilai uang Rupiah masih kurang menarik bagi investor asing.

*Dampak yang meluas juga terhadap nilai tukar terhadap mata uang di Asia Tenggara*

Pelemahan Rupiah berubah bagaikan badai yang tak hanya menerjang nilai tukarnya terhadap Dolar AS. Demikian juga terhadap mata uang di kawasan Asia Tenggara lainnya, seperti terhadap Baht Thailand, Ringgit Malaysia, dan Vietnam Dong, rupiah mengalami pelemahan.

Rupiah melemah 4,29%, dengan 1 Ringgit Malaysia menjadi setara dengan Rp3.640, terhadap Baht Thailand melemah 3,48% atau setara dengan Rp1.200, demikian rupiah melemah 2,86%, dengan 1 Dolar Singapura setara dengan Rp10.800 pada 27 Juni 2024.

Sehingga makin memperparah dampak negatif pelemahan Rupiah, seperti menggerus daya saing ekspor bagaikan pedang bermata dua, juga meningkatkan biaya impor bagaikan beban yang tak bisa terelakkan, dan pasti menurunkan daya tarik investasi bagaikan api yang mematikan harapan.

Perlu upaya keras memulihkan Rupiah dan membangun kembali kepercayaan membutuhkan upaya komprehensif dan berkelanjutan, bagaikan merajut kembali kain yang robek.

Dalam hal ini pemerintah perlu menjalankan kebijakan yang kondusif, transparan, dan konsisten untuk memulihkan kepercayaan investor, bagaikan membangun kembali jembatan yang runtuh.

Memperkuat fundamental ekonomi dengan reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan menarik investasi asing, bagaikan membangun fondasi yang kokoh. Juga memperkuat infrastruktur, sehingga meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta menyederhanakan regulasi adalah kunci utama.

Selain tentunya tidak kalah penting yautu meningkatkan Diplomasi Ekonomi guna membangun hubungan yang lebih baik dengan negara-negara lain untuk meningkatkan kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia dan menarik investasi asing, bagaikan membuka gerbang peluang baru.

Dan bagaimanapun juga pemerintah perlu meningkatkan komunikasi publik untuk menjelaskan secara transparan arah kebijakan ekonomi dan langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi pelemahan Rupiah kepada masyarakat, dengan cermat dan konsisten dalam menyebarkan informasi yang jelas dan akurat.

Memulihkan Rupiah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, dan bagaikan bahu membahu dalam perjuangan. Para pelaku usaha perlu meningkatkan daya saing produk dan jasa, sedangkan masyarakat perlu bijak dalam berbelanja dan mengkonsumsi produk dalam negeri, bagaikan mencintai produk bangsa sendiri.

Mari kita jadikan krisis ini sebagai momentum untuk bersatu dan membangun kembali kepercayaan terhadap Rupiah, bagaikan menyalakan kembali api semangat. Dengan komitmen dan kerja sama yang kuat, kita dapat keluar dari situasi ini dan menuju masa depan ekonomi yang lebih stabil dan sejahtera, bagaikan mentari pagi yang bersinar cerah di ufuk timur.

Minggu, 31 Juni 2024